Batang Toru Hancur Diterjang Banjir, Orangutan Tapanuli Dalam Bahaya

CNN Indonesia
Selasa, 16 Des 2025 13:46 WIB
Sebuah studi terbaru mengungkap puluhan orangutan Tapanuli ikut jadi korban banjir dan longsor yang terjadi di Batang Tour, Sumatra Utara, beberapa waktu lalu. (Foto: Tim Laman via Wikimedia Commons)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebuah studi terbaru mengungkap puluhan orangutan Tapanuli ikut jadi korban banjir dan longsor yang terjadi di Batang Tour, Sumatra Utara, beberapa waktu lalu. Hal ini turut mengancam keberlanjutan pelestariannya di alam.

Laporan yang dipublikasikan pada Senin (15/12) itu menyorot bencana akibat siklon Senyar akhir November 2025, ketika hujan dengan intensitas luar biasa mengguyur wilayah Batang Toru, Sumatera Utara. Siklon tersebut menyebabkan banjir besar dan longsor di salah satu kawasan hutan terpenting di Indonesia ini, yang menjadi satu-satunya habitat orangutan Tapanuli di dunia.

Dalam waktu hanya empat hari, curah hujan tercatat melebihi 1.000 mm, dengan curah hujan normal setempat adalah 230-300 mm per bulan. Artinya debit air dari hujan dalam empat bulan tumpah seluruhnya hanya dalam empat hari.

Batang Toru merupakan satu-satunya habitat orangutan Tapanuli, spesies yang baru diidentifikasi pada 2017 dan saat ini berstatus kritis (critically endangered). Sebelum bencana, populasinya diperkirakan hanya 581 individu, dengan rentang ketidakpastian antara 180 hingga 1.201 individu.

Menurut ilmu konservasi, dalam populasi sekecil ini berkurangnya beberapa individu saja dapat berdampak besar terhadap kelangsungan spesiesnya.

Tim penulis menggunakan analisis citra satelit Sentinel-2 dan PlanetScope untuk menunjukkan bencana tersebut mengakibatkan hilangnya 4.000 hektare hutan utuh, terutama akibat longsor besar dan runtuhan pohon. Sekitar 2.500 hektare juga terdampak longsor tambahan, meskipun tidak seluruhnya dapat terdeteksi karena tutupan awan pascabencana.

Peneliti memperkirakan antara 33-54 individu orangutan Tapanuli terdampak langsung oleh bencana.

"Puluhan ekor orangutan ini kemungkinan besar mati akibat longsor, tumbangnya pohon, atau banjir", tulis laporan tersebut.

"Peristiwa ini merupakan pukulan populasi berat, mengingat tingkat kematian tahunan sebesar satu persen saja sudah cukup untuk mendorong spesies ini menuju kepunahan," tambah laporan tersebut.

Tim peneliti diketuai Erik Meijaard yang sudah cukup lama fokus pada isu orangutan di Asia Tenggara. Dalam tim terdapat nama Jatna Supriatna, guru besar dan ahli primata Indonesia, serta David Gaveau, pengembang peta Atlas Nusantara yang fokus pada hutan-hutan tropis Indonesia.

Kerusakan hutan Batang Toru tidak hanya berdampak pada orangutan, tetapi juga pada keanekaragaman hayati lokal dan masyarakat sekitar.

Hutan ini merupakan daerah tangkapan air dan sumber penghidupan warga dengan cara bertani dan merambah hasil hutan non-kayu. Juga menjadi lokasi ekowisata berbasis konservasi.

Laporan ini menyerukan pemerintah Indonesia dan komunitas internasional bertindak cepat mengatasi situasi bencana ini dan menyiapkan adaptasi untuk kemungkinan bencana berikutnya.

"Diperlukan tindakan segera dan dukungan nyata untuk memastikan kelangsungan hidup orangutan Tapanuli", tulis laporan tersebut.

Pemerintah diharapkan mampu melindungi habitat orangutan Tapanuli dengan lebih tegas. Pemerintah juga diseru lebih ketat menerapkan aturan penghentian pengubahan fungsi bentang alam Batang Toru serta memberi fasilitas warga lokal dapat hidup tanpa merusak hutan.

(dsf/dmi)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK