Ketapang, CNN Indonesia -- Imut dan menggemaskan, adalah dua kata yang menggambarkan sosok orangutan. Mamalia yang memiliki kemiripan DNA sebesar 95 persen dengan manusia ini memiliki habitat asli di Kalimantan, Sumatera, dan Malaysia.
Hingga tahun lalu, total populasi orangutan yang ada dunia berjumlah 230 ribu. Orangutan Kalimantan (
Pongo pygmaeus) tersisa 104.700, sementara Orangutan Sumatera (
Pongo abelii) hanya tersisa 7.500. Terancam punah, menjadi kata tambahan yang juga bisa menggamabrkan kondisi orangutan saat ini.
Jangan harap bisa menemani anak cucu untuk melihat orangutan jika kepunahannya tak dicegah dari sekarang. Kalau sedang mampir ke Sumatera atau Kalimantan, berkunjung ke hutan konservasi orangutan bisa juga jadi kegiatan wisata yang menarik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhir pekan kemarin saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu pusat rehabilitasi dan hutan konservasi orangutan yang berada di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Ketapang.
Hutan konservasi di sini merupakan fasilitas dari pabrik pengolahan kelapa sawit PT Kayung Agro Lestari (KAL). Kelapa sawit dan orangutan memang bagai musuh bebuyutan, karena manusia sering membabat hutan dan memburu orangutan agar lahannya bisa digunakan untuk menanam kelapa sawit.
Berdasarkan Peraraturan Menteri Kehutanan No. P. 53/Menhut-IV/2007 tentang Strategi dan Rencana Aki Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 (Rencana Aksi Konservasi Orangutan), pabrik pengolahan kelapa sawit memang wajib memiliki hutan konservasi dan tidak boleh ada orangutan yang tewas di dalamnya.
[Gambas:Instagram]Oleh karena itu, PT KAL yang membangun hutan konservasi seluas 657 hektare di Ketapang.
Dari pusat kota Kalimantan Barat, Pontianak, perjalanan bertemu orangutan di Ketapang memang membutuhkan banyak waktu. Dengan jalur darat, harus ditempuh sekitar 15 jam. Sedangkan dengan jalur udara bisa ditemuh selama 30 menit.
Karena tidak ingin terlalu lama dalam perjalanan, saya memutuskan untuk naik pesawat perintis dari Bandar Udara Supadio Pontianak ke Bandara Rahadi Usman Ketapang dengan tiket seharga Rp400 ribuan per orang.
Jam menunjukkan pukul 7 pagi sesampainya di Bandara Rahadi Usman Ketapang. Dari situ saya menyewa mobil seharga Rp500 ribu per hari termasuk supir dan bahan bakar.
[Gambas:Instagram]Bagi yang tak tahan udara panas, jangan lupa menggunakan krim anti-matahari dan topi saat berkeliling. Karena Kalimantan berada di Titik Khatulistiwa sehingga sinar mataharinya jauh lebih menyengat ketimbang Jakarta atau Surabaya.
Tempat pertama yang saya kunjungi ialah Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) yang berjarak sekitar 30 menit perjalanan.
Usai berbincang dengan pengelola, saya memutuskan untuk pulang dan mencari penginapan di Ketapang. Ada jaringan hotel Aston di sini. Tapi kalau ingin lebih murah, banyak hotel dengan nama yang tak terlalu kondang yang bisa dijadikan tempat bermalam.
[Gambas:Instagram]Pagi hari di hari ke-dua, saya mengunjungi hutan konservasi milik PT KAL di Kecamatan Matan Hilir Utara. Dari hotel saya yang berada di pusat kota, jarak yang ditempuh sekitar 2,5 jam. Beruntung, jalanan sudah mulus di aspal sehingga perjalanan panjang bisa saya isi dengan tidur siang.
Setibanya di pintu gerbang hutan konservasi, saya menumpang mobil offroad karena harus melalui jalan tanah yang bergelombang. Jarak antara pintu gerbang ke hutan konservasi sekitar 20 menit.
Di sini perbincangan saya lebih panjang, karena banyak hal yang membuat saya penasaran dengan cara mereka melakukan konservasi terhadap orangutan.
Dari penjelasan pengelola, disebutkan kalau hutan konservasi ini telah berdiri sejak tahun 2009.
Butuh waktu seharian penuh untuk menjelajah seluruh hutan konservasi ini. Namun, saya sudah terlanjur memiliki rencana lain di Pontianak sehingga harus kembali sebelum sore hari.
Hutan konservasi PT KAL bukan satu-satunya yang ada di Kalimantan. Kalau ada waktu, saya berjanji akan kembali berkunjung sekaligus berdonasi demi kelestarian orangutan di muka bumi ini.
(ard)