LAPORAN DARI TURKI

Bocah Tiga Tahun Bayangi Kebijakan Dunia pada G20

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Sabtu, 05 Sep 2015 11:29 WIB
Kematian bocah tiga tahun, Aylan Kurdi, akibat tenggelam mengguncang dunia, termasuk pemimpin negara yang sedang menggelar rangkaian ajang G20 di Ankara.
Foto tubuh Aylan yang terdampar di pantai Turki akibat tenggelam ketika mencoba menyeberang ke Yunani mengguncang dunia. (Reuters/Nilufer Demir/DHA)
Ankara, CNN Indonesia -- Kematian bocah tiga tahun yang tubuhnya terdampar akibat tenggelam di Bodrum, Turki, mengguncang dunia.

Di Turki, semua membicarakan foto bocah nahas tersebut, mulai dari warga biasa, hingga para pemimpin negara yang saat ini tengah menggelar ajang G20 di Ankara.

Bocah itu bahkan disebut-sebut dalam pidato Recep Tayyip Erdogan dan Ahmet Davutoglu, terkait kebijakan dunia dalam mengatasi konflik dan krisis imigran. (Baca: Foto Bocah Suriah Tewas di Pantai Turki Sentakkan Dunia)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tubuh bocah tiga tahun itu adalah peringatan bagi kita. Jika anak-anak di Suriah tidak aman, maka anak kita tidak akan aman di Ankara, Paris atau New York. Karena anak-anak ini tidak bisa memutuskan dimana mereka lahir, ini takdir. Tapi keputusan kitalah (dalam membuat kebijakan) yang akan menentukan nasib mereka di masa depan," ujar Perdana Menteri Turki, Davutoglu, dalam pidatonya di Konferensi B20 di Ankara, Jumat (4/8).

Di hadapan delegasi dari puluhan negara, Davutoglu mengaku telah menelepon ayah dari bocah tiga tahun bernama Aylan dan kakaknya yang berusia lima tahun, Galip, yang tubuhnya terdampar di laut Bodrum tersebut. Kepada Davutoglu, ayah bocah itu, Abdullah Kurdi, mengatakan bahwa dia datang ke Turki untuk mencari aman dari perang saudara di Suriah bersama dua anak dan istrinya, Rehan.

Kedua anak dan istrinya tenggelam di laut saat perahu kecil yang mereka gunakan untuk menyeberang ke Yunani dari Turki terbalik. Kurdi kini sebatang kara dan memutuskan untuk kembali ke Kota Kobani dan menolak tawaran pemerintah Turki untuk tinggal di negara tersebut.

"Kemarin malam saya menelepon Abdullah Kurdi, ayah dari bocah tiga tahun itu, Aylan Kurdi, dia mengatakan datang ke Turki untuk menyelamatkan dirinya dan kedua putranya, tapi dia kehilangan mereka. Bayangkan, jika Anda kehilangan seluruh keluarga Anda, apa yang akan Anda lakukan?" ujar Davutoglu.

Hal serupa sebelumnya didengungkan oleh banyak pejabat Turki. Sebelumnya Presiden Turki Erdogan mengatakan bahwa kasus Aylan menggarisbawahi pentingnya negara-negara di dunia, terutama Eropa, mengubah kebijakan mereka dan membuka pintu bagi para imigran pelarian dari perang di Suriah dan Irak.

"Mediterania yang merupakan pusat peradaban kuno kini menjadi kuburan para imigran. Barat harus bertanggung jawab atas semua kematian ini. Kemarin bocah berusia tiga tahun ditemukan meninggal dan terdampar, kemanusiaan harus bertanggung jawab," kata Erdogan, dalam pembukaan forum bisnis B20 di Ankara, Kamis (3/9).

Sentimen yang sama juga dirasakan oleh banyak rakyat Turki lainnya. Salah satunya Celin Gurgen, warga Ankara yang mengaku bukan pendukung Erdogan.

"Pernyataan Erdogan ada benarnya. Hal ini bisa terjadi di mana saja, bahkan di Turki. Jika negara ini perang, saya juga kemungkinan akan pergi mengungsi ke negara lain," ujar Gurgen.

Beberapa warga lainnya mengaku tidak sanggup melihat foto Aylan yang ditemukan tertelungkup di pantai wisata kota Bodrum. "Saya tidak mau lagi melihatnya. Saya melihatnya dan menangis. Apa yang terjadi di dunia ini?” ujar Bilge Eser.

Turki sendiri telah menampung sekitar dua juta pengungsi dari Turki dan Suriah dan telah menggelontorkan dana lebih dari US$6 miliar untuk membiayai mereka. Pemerintah Turki bahkan mengupayakan memberikan pekerjaan bagi para pengungsi yang masuk dengan izin.

"Saya bangga menjadi perdana menteri yang menampung 1,9 juta warga Suriah dan sekitar 200 ribu warga Irak. Mereka adalah saudara-saudara kita dan kami akan terus melanjutkan bantuan ini," lanjut Davutoglu.

Dalam kesempatan Jumat ini, Davutoglu juga menyerukan para pebisnis dan perwakilan pemerintah dalam B20 untuk turun ikut membantu para pengungsi.

Berbagai rekomendasi disampaikan terkait perubahan geopolitik dan geoekonomi yang mengakibatkan perpindahan manusia terbesar setelah Perang Dunia II, Salah satunya oleh para pemimpin serikat pekerja dan dagang yang hadir dalam pertemuan L20 atau Labour 20, forum pekerja, salah satu rangkaian acara G20.

Perdana Menteri Turki juga mengkritik pemerintah negara-negara Eropa karena kebijakan mereka terhadap pengungsi yang ingin mencari suaka ke Uni Eropa. (Reuters/Leonhard Foeger)
Dalam salah satu rekomendasinya, L20 mendesak adanya jaminan bagi orang-orang yang lari dari konflik atau pengungsi untuk memiliki hak bekerja dan mendapatkan perlindungan sosial.

"Dunia tengah menghadapi krisis pengungsi terparah sejak Perang Dunia II dan bungkamnya para pemimpin sangat memprihatinkan. Krisis pengungsi global ini telah menjadi krisis ekonomi dan pemimpin G20 harus mengambil langkah terkoordinasi untuk memastikan hak bekerja serta perlindungan sosial bagi mereka," ujar Sharan Burrow, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Dagang Internasional, ITUC, Kamis lalu.

Sherpa atau juru bicara G20 Turki, Ayse Sinirlioglu, mengatakan bahwa agenda G20 sangat terbuka untuk berbagai permasalahan yang menjadi perhatian negara anggota, termasuk soal imigran, walau tidak masuk secara resmi dalam daftar acara.

Apalagi, kata dia, banjirnya pengungsi ke Turki dan Eropa adalah akibat perubahan geopolitik di kawasan yang bisa berimbas pada perekonomian global yang menjadi salah satu agenda kunci dalam G20 tahun ini.

"Masalah imigran jika memengaruhi ekonomi global maka akan dibahas. Tidak mungkin memisahkan masalah geopolitik dengan geoekonomi," kata Sinirlioglu.

Sementara itu Davutoglu menegaskan bahwa negaranya tetap akan menerima para pengungsi, tidak peduli latar belakang mereka, tidak seperti Eropa.

"Sebuah kota di Turki 40 persen penduduknya adalah pengungsi Suriah, dan kalian tidak melihat ada demonstrasi terhadap imigran disini. Di Eropa, kita melihat ada beberapa pemimpin yang mengatakan bahwa Eropa adalah benua Kristen dan Muslim tidak diterima di sana," kata Davutoglu.

"Turki menerima mereka semua tanpa menanyakan siapa mereka, Muslim atau Kristen, Sunni atau Syiah, negara ini jadi tempat aman bagi mereka. Saya pastikan, saat anak-anak ini datang pada kami, kami akan membuka pintu." (stu/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER