Jakarta, CNN Indonesia -- Martin Anderson, terpidana mati kasus narkoba asal Ghana, tak banyak bicara saat sidang Peninjauan Kembali (PK) dihelat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/3). Mengenakan kopiah dan baju koko berwarna putih, ia sesekali mengucap doa sembari mengangkat kedua tangannya.
"Kemarin Kamis membacakan permohonan PK sekaligus tanggapan jaksa," ujar Humas PN Jakarta Selatan I Made Sutrisna kepada CNN Indonesia, Senin (24/3). Dalam permohonannya, Martin merasa ada kejanggalan dalam proses penyidikan dan penyelidikan. (
Baca juga: Detik-detik Maut Lima Terpidana di Depan Regu Tembak)Pekan depan, Martin beserta kuasa hukumnya akan mengajukan bukti baru dalam sidang. "Sepanjang bukti yang dihadirkan nanti belum pernah diajukan sebelumnya, tidak masalah. Akan dikirim secepatnya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak pengadilan sepakat memprioritaskan kasus Martin. Menurutnya, tak ada alasan untuk menunda-nunda lantaran kasus Martin terbilang berat, vonis mati. "Sidang ini memang dipercepat. Target seminggu setelah ditetapkan selesai oleh hakim dan para pihak, berkas akan dikirim ke MA," katanya.
Pria asal Ghana tersebut ditangkap lantaran kedapatan membawa 50 gram heroin di Indonesia. Ia disebut-sebut dekat dengan terpidana lainnya, Hillary.
Sementara itu, dari balik jeruji besi di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta, Mary Jane menanti keadilan atas vonis kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menghukum mereka. Perempuan asal Filipina, Mary Jane, mengajukan PK ke lembaga tertinggi dalam kekuasaan kehakiman tersebut atas vonis mati.
Kuasa hukum Mary, Agus Salim, mengklaim bukti baru ditemukan dalam perkara tersebut. Ia menemukan kejanggalan dalam proses penyidikan hingga pengadilan. Rupanya, selama proses hukum di Yogyakarta, Mary, yang saat itu tak bisa berbahasa Indonesia, hanya ditemani seorang penerjemah yang dinilai tak kompeten.
"Penerjemah yang ditunjuk hakim hanya seorang mahasiswa," ujar Agus ketika dihubungi CNN Indonesia, Selasa (24/3). Saat sidang PK di Pengadilan Negeri Sleman, saksi yang memperkuat dugaan tersebut telah dihadirkan. Agus menduga, ada potensi cacat hukum dalam proses pembuktian tindak pidana kliennya. Saat ini, pihaknya tengah menunggu putusan dari MA.
Juru bicara MA Suhadi menjelaskan saat ini majelis telah dibentuk untuk mengusut upaya hukum Mary. Hakim Zaharuddin Utama didaulat menjadi ketua majelis. "Sudah di tangan majelis hakim. Mungkin tidak lama lagi putus," ujar Suhadi kepada CNN Indonesia.
Mary Jane divonis hukuman mati lantaran melanggar Pasal 114 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mary terbukti membawa 2,6 kilogram heroin di Yogyakarta pada 2010 silam.
Pasal tersebut membolehkan hukuman mati apabila seseorang menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon atau beratnya lima gram dalam bentuk non tanaman.
Sepakat dengan Mary, terpidana mati lainnya, Raheem Abagje Salami tengah merumuskan pengajuan PK kedua. Dalam PK kali ini, kuasa hukum Raheem, Utomo Karim menjelaskan bahwa Raheem bukan lah nama asli dari kliennya. Ia bercerita, nama Raheem diberikan oleh bandar narkoba di Thailand yang menyuruh Raheem mengantarkan narkoba ke Surabaya. Sementara nama aslinya yakni Jamiu Owolabi Abashin.
Saat ini, pihaknya masih mengumpulkan barang bukti baru untuk permohonan tersebut. "Identitasnya masih ditunggu dari Nigeria. Yang sudah ada, ijazah SMA dari Nigeria. Ini masih menunggu Kartu Tanda Penduduk dan akte kelahiran," kata Utomo ketika dihubungi.
Raheem ditangkap lantaran menyelundupkan heroin seberat 5 kilogram pada tahun 1999. Setelah diadili pada tingkat pertama, ia divonis penjara seumur hidup. Kemudian, Raheem mengajukan banding. Oleh majelis hakim pengadilan tinggi, hukuman Raheem diringankan menjadi penjara selama 20 tahun.
Namun, Raheem ngotot mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hakim Agung justru memperberat hukuman Raheem menjadi vonis mati. Tak terima, Raheem mengajukan PK. Upayanya mencari keadilan kandas. Ia tetap diganjar hukuman mati. Raheem juga berupaya mengajukan ampunan permohonan ke Presiden. Namun, grasinya ditolak.
Upaya pencarian keadilan ketiga terpidana mati ini masih berlanjut meski beragam opini mencuat. Mantan Hakim Ketua Muda Kamar Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko menuding upaya PK terpidana mati yang grasinya telah ditolak presiden, tak lain hanyalah upaya mengulur waktu.
"Biar saja dibilang mengulur waktu. Raheem punya hak untuk mengajukan upaya hukum," ujar Utomo mengakhiri ceritanya.
(utd/sip)