Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mengkritik pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama (Ahok) saat meninjau pembangunan mass rapid transit (MRT) tahap dua.
Menurut Fahri, Jokowi tak seharusnya bertemu dengan Ahok yang sedang mengikuti Pilkada DKI 2017 dan menyandang status terdakwa dugaan penodaan agama.
"Presiden harus mengerti rasa etika dong, Basuki kan lagi jadi terdakwa. Itu semua dianggap kampanye," kata Fahri di kompleks DPR, Jum'at (24/2).
Saat meninjau proyek MRT, Ahok terlihat masuk ke dalam mobil dinas Jokowi. Ia berpendapat, tindakan Ahok itu dapat menimbulkan persepsi miring terkait dengan sikap netral Presiden di Pilkada DKI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini lagi pilkada kok, kan dia harusnya enggak usah terlibat yang begini," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Lebih lanjut, Fahri menyoroti status Ahok yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI. Menurutnya, dengan status itu, Ahok bisa saja melakukan berbagai hal yang mengarah ke kampanye untuk kepentingan Pilkada.
"Semua yang dilakukan Gubernur DKI kampanye sekarang. Dia gunting pita ke sana-sini, meresmikan masjid, itu semua kampanye," kata Fahri.
Selain mengkritik soal kunjungan Jokowi bersama Ahok untuk meninjau proyek MRT, Fahri juga berteriak kencang terhadap pernyataan presiden yang menyebutkan demokrasi di Indonesia telah kebablasan. Fahri mengatakan tak ada yang salah dalam praktik demokrasi di Indonesia saat ini. Persoalannya lebih terletak pada masalah penegakan hukum yang tidak adil.
"Demokrasi itu jangan disalahkan, demokrasi itu kita dapat berdarah-darah, yang disalahkan itu (penegakan) hukum dan itu salah pemerintah. Jadi Pak Jokowi enggak boleh mengeluh karena itu soal dirinya sendiri," ujar Fahri.
Dia lantas mengingatkan agar Jokowi mengkritik dirinya sendiri sebagai pemimpin pemerintahan.
"Sayangnya, rakyat belum merasakan penegakan hukum yang adil. Kan kita lihat hukum ini main-main, begitu menyangkut orang-orang tertentu enggak jadi, begitu menyangkut orang tertentu cepat," kata dia.
Pernyataan Presiden Joko Widodo soal sistem demokrasi Indonesia yang kebablasan disampaikan saat berpidato di acara penetapan pengurus DPP Partai Hanura di Sentul International Convention Center, Rabu (22/2). Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan dirinya kerap diminta tanggapan mengenai kondisi demokrasi di Indonesia.
"Saya jawab ya. Demokrasi kita terlalu kebablasan dan praktek demokrasi politik yang kita laksanakan telah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrem," kata Jokowi.
(wis/yul)