Asosiasi E-commerce Minta Pajak Cuma-cuma Dikaji Ulang

Aqmal Maulana | CNN Indonesia
Jumat, 15 Apr 2016 10:04 WIB
PPn cuma-cuma juga mewajibkan perusahaan e-commerce membayar semua barang atau jasa yang didaftarkan atau di-listing pada sebuah platform.
Ilustrasi belanja online. (Thinkstock/LDProd)
Jakarta, CNN Indonesia -- Baru-baru sejumlah perusahaan e-commerce yang tergabung dalam Asosiasi E-commerce Indonesia (Indonesian E-commerce Association/idEA) merasa keberatan dengan rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPn) cuma-cuma, karena itu dinilai bisa membunuh perusahaan e-commerce iklan baris dan marketplace.

PPn cuma-cuma dikenakan kepada e-commerce sebesar 10 persen dari total biaya operasional perusahaan (termasuk biaya marketing, iklan, gaji karyawan, dan lain-lain) selama satu tahun, bukan dari total pemasukan yang diterima.

PPn cuma-cuma ini juga termasuk barang atau jasa yang didaftarkan atau di-listing dalam platform e-commerce iklan baris dan marketplace, harus dibayarkan pajaknya oleh si empunya platform.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, hampir semua platform e-commerce iklan baris dan marketplace memungkinkan penjual untuk mendaftarkan barang atau jasanya secara gratis.

Ketua Umum idEA Daniel Tumiwa mengatakan bahwa pajak tersebut tidak sesuai dengan asas Internet yang bersifat bebas dalam konteks wilayah penggunaannya. Itulah mengapa idEA minta pajak cuma-cuma harus dikaji ulang.

"Menurut kami, pajak cuma-cuma harusnya berlaku di bisnis yang memang tradisional, bisa dibatasi lingkup peredaran barangnya, karena tidak memanfaatkan Internet," katanya usai acara Media Gathering OLX di Jakarta (14/04).


Daniel juga menjelaskan bahwa pajak cuma-cuma bukan hal yang baru dan sudah diterapkan untuk produk percontohan yang dihasilkan dari berbagai bisnis tradisional.

"Jaman dulu, rokok masih diberikan secara gratis. Walaupun konteksnya diberikan dan bukan dijual, produsen rokoknya tetap kena pajak. Contoh lainnya, beberapa TV yang dipasang sebagai display di showroom. Walaupun dipinjamkan secara cuma-cuma, tidak berbayar, tapi itu tetap harus bayar pajak," lanjut Daniel.

Pria yang sekaligus menjabat sebagai CEO OLX Indonesia ini pun menuturkan bahwa pajak cuma-cuma dikenakan pada industri e-commerce karena sudah memberikan fasilitas gratis untuk para penggunanya dalam mempublikasikan iklan jual beli.

"Pengguna tidak bayar ketika listing iklan di OLX, seperti jual rumah, handphone, dan segala macam, dari situ kita kena pajak cuma-cuma," tutur Daniel.


idEA menilai ada salah tafsir dari pemerintah yang menyamakan layanan gratis di e-commerce ini dengan pembagian sampel produk gratis, yang secara hukum memang harus dikenai pajak. Asosiasi menilai hal ini tidak masuk akal mengingat sebagian besar layanan ataupun konten yang diakses melalui Internet kebanyakan bersifat gratis. Ambil contoh portal berita yang dapat diakses gratis, video musik yang dapat dinikmati secara gratis, hingga aplikasi penunjang produktifitas yang bersifat gratis.

Selain OLX, sejumlah perusahaan yang bereaksi menentang rencana PPn cuma-cuma ini adalah Tokopedia, Kaskus, dan PriceArea.

Bima Laga, pendiri PriceArea yang juga Pengurus Bidang Kebijakan Publik idEA, mengatakan pajak cuma-cuma ini akan memberikan dampak buruk signifikan pada pertumbuhan industri e-commerce.

“Direktorat Jenderal Pajak seharusnya mengeluarkan peraturan pajak yang bisa diterapkan oleh masing-masing model bisnis e-commerce. Seiring dengan kemajuan industri, maka peraturan juga harus dapat menyesuaikan dengan bisnis itu sendiri," kata Bima.


Selama ini, kebanyakan perusahaan e-commerce iklan baris dan marketplace Indonesia menghasilkan uang dari layanannya dengan konsep freemium. Cara ini memungkinkan pedagang mendapatkan fitur lebih atau barang/jasanya dipromosikan oleh pengelola platform.

idEA mengaku telah melayangkan surat keberatan kepada pemerintah, namun sampai saat ini belum dapat tanggapan. (adt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER