Bandung, CNN Indonesia -- Siapa yang tak kenal dengan wereng? Serangga berukuran kecil ini merupakan musuh bebuyutan bagi para petani dan merupakan hama pertanian yang berkontribusi terhadap gagalnya produksi pertanian padi di Indonesia. Wereng dikenal berbahaya karena dapat menghisap cairan vital tumbuhan, memakannya langsung, dan menjadi vektor penularan berbagai virus penyebab penyakit tumbuhan.
Selain berbahaya, hama wereng juga dikenal sulit untuk dibasmi. Hal itu disebabkan wereng memiliki daya perkembangbiakan yang cepat dan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
Dahsyatnya kerusakan yang ditimbulkan oleh wereng bukanlah isapan jempol belaka. Di beberapa wilayah di Jawa Barat, hama wereng merusak puluhan hingga ratusan hektar sawah. Salah satunya terjadi di wilayah Majalengka, di mana pada bulan Februari para petani mengalami gagal panen setelah sawahnya terserang hama wereng dan juga tikus.
Akibat peristiwa itu, petani hanya bisa memanen separuh dari jumlah seharusnya dan bahkan tidak bisa memanen sama sekali, seperti yang dilansir dari laman pikiranrakyat.com. Hal itu tentunya dapat mengancam ketahanan pangan nasional, di samping petani yang merugi karena sumber mata pencahariannya ludes.
Wereng juga kebal terhadap beberapa jenis pestisida dan insektisida, sehingga para petani harus mencari cara lain untuk mengendalikan wereng, salah satunya dengan lampu perangkap wereng yang dioperasikan pada malam hari. Metode lampu ini lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia. Namun, metode ini memerlukan biaya besar karena lampu tersebut menggunakan listrik yang bersumber dari bahan bakar minyak.
Namun kini para petani yang kewalahan mengatasi serangan hama wereng bisa bernafas lega. Sekelompok dosen Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Padjadjaran (Unpad) berhasil mendesain dan membuat sebuah alat perangkap wereng menggunakan lampu sinar ultraviolet (UV) bertenaga panel surya.
Tim peneliti yang dipimpin Wahyu Alamsyah itu menggunakan metode UV-light trapping sebagai basis dalam pembuatan alat tersebut, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa serangga yang aktif pada malam hari umumnya tertarik pada berkas cahaya UV.
Alat perangkap hama ini terdiri dari tiang dudukan panel surya, tempat baterai dan kontroler, serta dudukan lampu. Tiang ini dibuat dari besi kotak hollow yang dilas dan disesuaikan dengan ukuran panel surya. Dudukan bawah dibuat fleksibel sehingga mempermudah bongkar-pasang dan pemindahan alat untuk dipasang di tempat lain. Untuk keamanan, tiang penyangga bagian bawah dilengkapi dengan kunci gembok. Komponen dudukan panel surya dan tempat baterai serta kontroler dicat hitam untuk mencegah timbulnya karat.
Alat ini dirancang dalam dua bentuk desain. Untuk desain pertama, alat ini dirancang untuk menangkap serangga dalam keadaan hidup. Saat diaktifkan, serangga yang tertarik oleh sinar UV akan menabrak lampu dan terjatuh ke dalam wadah plastik yang dilengkapi dengan corong. Dengan demikian, serangga yang tertangkap akan sulit untuk keluar. Kemudian serangga tersebut diseleksi kembali untuk memisahkan serangga yang merupakan predator hama dan serangga yang bersifat hama. Serangga yang bermanfaat dilepaskan kembali, sedangkan hama dimusnahkan dengan cara dikubur.
Sedangkan pada desain kedua, corong dan kantong plastik tadi diganti dengan wadah berisi larutan detergen, sehingga serangga yang jatuh dan terperangkap akan mati. Desain kedua diperuntukkan sebagai alat pengendali hama jangka pendek yang digunakan saat serangan hama tengah mewabah.
Dibandingkan dengan perangkap wereng konvensional, alat perangkap wereng karya Alamsyah dkk. ini memiliki beberapa keunggulan. Alat ini menggunakan arus listrik yang rendah sehingga aman bagi para petani. Karena tidak menggunakan sumber listrik dari PLN, alat ini dapat digunakan di daerah yang jauh dari sumber listrik. Perangkap wereng tersebut juga dirancang awet dan dapat beroperasi dalam jangka waktu yang lama, serta dapat digunakan sebagai penerangan jalan di area sawah.
Selain itu, perangkap wereng ini dapat pula digunakan untuk lahan pertanian lain seperti bawang merah, cabe, kubis, sawi, dan lain sebagainya. Alat tersebut dapat diatur secara otomatis untuk menyala selama 12 jam, dari pukul 18:00 hingga 06:00.
Setelah sebelumnya dilakukan uji kinerja alat di kampus, perangkap hama itu dipasang di Desa Panjalin Kidul, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka sebanyak empat unit sebagai percontohan dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat yang diselenggarakan oleh Direktorat Riset, Pengabdian pada Masyarakat dan Inovasi (DRPMI) Unpad.
Ke depannya, alat tersebut akan dihibahkan pada kelompok petani untuk direplikasi secara mandiri. Pengadaan alat tersebut bermanfaat untuk menciptakan solusi pengendalian hama wereng yang lebih ramah lingkungan.