Jakarta, CNN Indonesia -- "Ayolah, yang lain udah pada nyobain kok. Masa lo nggak?”
Hal di atas mungkin sudah beberapa kali kamu dengar dari temanmu. Tidak dapat dipungkiri,
peer pressure memang lebih sering terjadi pada usia remaja. Menurut The Encyclopedia of Children's Health,
peer pressure adalah pengaruh yang diberikan oleh kelompok sosial, biasanya dari teman sebaya, terhadap individu.
Pada masa pubertas, keinginan kita untuk diterima oleh di sebuah lingkungan pertemanan sangat besar. Kita berusaha menyesuaikan diri, cenderung lebih mendengarkan teman daripada orangtua, dan ikut-ikut teman. Seperti yang dikutip dari WebMD,
peer pressure yang sering ditemukan adalah yang bersifat negatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya kita diajak ke pesta di suatu tempat yang tersedia banyak alkohol. Sebenarnya kamu nggak mau minum, tetapi takut dicap
cupu.
Atau kakak kelas yang kamu sukai merokok, terus teman satu gengmu ada yang merokok dan bisa ngobrol dengannya karena merokok bareng di luar sekolah. Apakah kamu harus ikut-ikutan merokok juga?
Dalam memutuskan pilihan, kamu harus memikirkan konsekuensinya.
Bagaimana kalau tiba-tiba polisi menggeledah tempat itu, menemukan ada obat-obatan terlarang selain alkohol dan kamu ditangkap? Atau bagaimana kalau kamu keterusan merokok, padahal merokok bisa menyebabkan penyakit paru-paru, jantung, dan kanker?
Pasti ada cara lain kok untuk mendapat teman baru atau dekat dengan orang yang kamu suka, dan coba ubah
peer pressure ini ke arah yang positif seperti
competitive peer pressure.
Misalnya kalau kamu suka ngeband dan ada band lain yang mainnya lebih keren, kamu secara tidak langsung akan ‘tertekan’ untuk berusaha untuk bermain musik lebih baik dari mereka.
Pada beberapa titik dalam hidup, kita harus berpegang teguh pada pendirian dan tidak tergoda oleh ajakan teman. Memikirkan konsekuensi dari tindakanmu adalah langkah penting untuk belajar menjadi orang yang bertanggung jawab.
(ded/ded)