Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam ajaran apapun,
bullying selalu tidak dibenarkan. Pusaran pertama mengapa seorang anak berani mem-
bully, adalah karena adanya pembiaran tanpa konsekuensi. Begitu kata psikolog Elizabeth Santosa, dalam acara
community gathering Brunch at Newsroom di CNN Indonesia Student, Selasa (31/5).
Ms Lizzie, begitu ia akrab dipanggil, mencontohkan kasus sederhana yang sering ditemui dirumah. "Seorang anak agresif karena melihat orang tuanya yang juga over agresif. Ketika anak menginginkan sesuatu dan dilarang, anak akan protes dengan marah dan tanpa ragu menyakiti orang yang tidak mendukung keinginannya. Ketika hal itu terjadi, dan dilakukan pembiaran, jangan tanya jika ia dewasa nantinya akan suka mem-
bully," katanya.
Konsekuensi adalah hal yang perlu ditanamkan dalam kehidupan keluarga dan sekolah. Terutama dalam mengajarkan bagaimana cara menghargai orang lain. Jika berani mengungkapkan atau melakukan hal yang menyakitkan, maka harus ada aturan yang jelas terhadap konsekuensi yang akan mereka dapatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika anak mengalami emosi, maka orang tua harus berperan mencegah munculnya
bully. Ajarkan anak kontrol emosi dengan memeluknya. Tenangkan perasaannya dan cari pelampiasan lainnya yang dapat menghilangkan amarahnya. Jika terlanjur menyakiti temannya jangan ragu memberikan konsekuensi dan ajarkan anak meminta maaf atas perlakuannya.
Acara Brunch at Newsroom ini terselenggara berkat kerjasama dari PT Internux, operator jaringan 4G LTE dengan produk Bolt dan PT Sewu Segar Nusantara yang memproduksi buah-buahan segar dan sehat.
(ded/ded)