Surabaya, CNN Indonesia -- Menjadi mahasiswa merupakan sebuah impian bagi sebagian besar pelajar di Indonesia. Dengan menyandang gelar sebagai mahasiswa, diharapkan mampu menjadi generasi penerus bangsa yang membawa perubahan yang signifikan terhadap bangsa ini.
Namun, kesempatan menyandang gelar sebagai mahasiswa tidak serta merta dirasakan oleh semua kalangan pelajar. Hal tersebut dikarenakan oleh beratnya seleksi calon mahasiswa untuk masuk ke perguruan tinggi negeri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan Perguruan Tinggi sebagaimana diubah dengan peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 45 tahun 2015 memutuskan bahwa pola penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada perguruan tinggi negeri melalui: Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan seleksi mandiri masing-masing PTN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap pola seleksi memiliki presentase kuota masing-masing di setiap jurusan antara lain untuk SNMPTN dengan jumlah 50% kursi, SBMPTN sebanyak 30% kursi dan sisanya 20% yang diterima melalui jalur seleksi mandiri.
Berdasarkan hal tersebut, pelajar yang di terima melalui jalur SNMPTN mendominasi. Penerimaan mahasiswa jalur SNMPTN di seleksi hanya berdasarkan parameter prestasi akademik dan nilai Ujian Nasional saja. Kelulusan pun ditentukan oleh pusat bukan perguruan tinggi tersebut.
Berbeda dengan jalur SBMPTN dan jalur seleksi mandiri yang seleksinya melewati beberapa tes baik itu tes akademik maupun administrasi, seleksi melalui jalur SBMPTN pun tidak main-main. Soal-soal yang disuguhkan cukup sulit, sehingga pelajar harus mempersiapkan diri dari jauh hari sebelumnya baik itu dengan mempelajari buku-buku maupun les khusus untuk SBMPTN.
Ketentuan kelulusan pun berdasarkan perguruan tinggi tersebut. Setiap perguruan tinggi negeri memiliki ketentuan masing-masing dan tingkat kelulusan (
passing grade) yang berbeda dalam memilih calon mahasiswanya.
Melalui jalur seleksi mandiri pun memiliki tantangan tersendiri. Pelajar yang diterima melalui jalur seleksi ini, diberatkan dengan biaya kuliah yang terbilang mahal karena tidak masuk dalam subsidi pemerintah. Terlebih lagi, kuota untuk jalur SBMPTN dan jalur mandiri terbilang jauh lebih sedikit daripada melalui jalur SNMPTN.
Terlihat ketimpangan yang sangat jelas dalam sistem ini. Jalur seleksi SNMPTN dirasa lebih mudah, dan memiliki jumlah kuota yang lebih banyak daripada jalur seleksi yang lain. Sebagian besar pelajar pun merasa terjadi simpang siur mengenai kriteria calon mahasiswa yang lulus. Tidak sedikit yang diterima melalui jalur seleksi ini tidak sesuai dengan kriteria yang sudah di paparkan. Dengan kata lain, lolos seleksi SNMPTN hanya karena untung-untungan saja.
Parameter kelulusan yang berdasarkan nilai rapor dari semester 1-5 dan nilai Ujian Nasional pun dirasa kurang efektif untuk menjamin kualitas calon mahasiswa. Karena standarisasi dari setiap sekolah pun berbeda-beda dalam segi penilaian siswanya. Usaha yang dikeluarkan oleh pelajar yang diterima melalui jalur seleksi ini pun tidak sebanding dengan pelajar yang melalui seleksi SBMPTN dan seleksi mandiri. hal tersebut mengakibatkan tidak sedikit pelajar yang merasa kecewa dengan sistem ini dan lebih memilih perguruan tinggi swasta.
Perguruan tinggi negeri yang menjadi wadah untuk membentuk mahasiswa yang produktif harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah seharusnya memperbaiki sistem seleksi masuk pergururan tinggi agar tepat sasaran dan merata. Sehingga masalah ketimpangan seperti ini dapat dicegah dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
(ded/ded)