Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak berlebihan jika ada beberapa orang yang menyebut desa Tajur Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor ini sebagai desa seribu gua. Ini sebab banyaknya jumlah gua yang dekat dengan kawasan desa tersebut.
Tak sampai 1.000 memang. Sebenarnya saat ini sudah 50 gua, yang hingga tahun 2016 sudah ditemukan dan terpetakan. Hampir semuanya berada di wilayah administratif desa Leuwikaret, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
Bagi para pecinta
caving atau penikmat susur gua, terlebih yang tinggal di sekitar Jabodetabek, pasti sudah tak asing lagi dengan Citeureup atau Klananunggal. Kawasan
karst di sini luas terbentang dari Kecamatan Cibinong, Citeureup hingga Klapanunggal Kabupaten Bogor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikenal pula sebagai kawasan
karst Jagabaya. Tak heran, sebab terdapat banyak gua di wilayah ini.
Selain di kawasan Jagabaya, Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki sumber kekayaan alam berupa Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) seluas kurang lebih 154 kilometer pesegi atau sekitar 0.08 persen dari daratan Indonesia.
KBAK sendiri memiliki beberapa fungsi besar dalam kehidupan manusia. Salah satu fungsi utamanya ialah kemampuannya dalam menyerap air hujan, menyimpan dan mengeluarkannya secara teratur sepanjang tahun sebagai mata air.
Ciri-ciri utama KBAK ialah banyaknya perbukitan berbentuk kerucut dan bentuk menara, lembah-lembah tertutup, telaga, sungai bawah tanah, lubang-lubang resapan air dan gua. Hingga tak heran desa Leuwikaret dan Tajur yang berada di kawasan
karst sangat ideal untuk dijadikan tempat menelusuri misteri-misteri perut bumi.
“Sejak tahun 2006 kawasan ini banyak dipakai untuk
caving, hingga di tahun selanjutnya diadakan latihan
caving gabungan se-Jabodetabek yang menjadikan Tajur sekarang banyak dikenal khususnya di kalangan mahasiswa pecinta alam,” ujar salah satu anggota Kelompok Pemuda Pecinta Alam (KPPA) Linggih Alam, Suhandi Rahayu di
basecamp-nya.
Gua-gua desa Tajur dan LeuwikaretGua-gua di sekitar Tajur didominasi oleh gua vertikal yang bentuknya hanya sedikit berbeda sumur air. Hingga kini sudah tercatat sekitar 50 gua yang terdapat di kawasan ini. Jumlahnya terus bertambah seiring kepopuleran nama Tajur. “Sampai saat ini sudah ada 50 gua yang sudah terpetakan, jumlah keseluruhan gua di sini mungkin lebih dari seratus,” lanjut pria yang akrab disapa Bandot ini.
Beberapa gua yang sudah terkenal di kalangan para mahasiswa pecinta alam ialah gua Garunggang, gua Keraton, gua Cikekenceng dan gua Cikarae. “Yang paling banyak dikunjungi itu gua Keraton. Guanya berbentuk vertikal dengan kedalaman sekitar 100 meter,” katanya.
Selain gua Keraton, ada gua Garunggang yang terletak di daerah Sentul. Di sini sudah terdapat musala dan toilet yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Sangat cocok sebagai tempat wisata keluarga karena jika pun tidak masuk ke dalam gua, formasi batuan di sekitar gua tersebut sudah cukup memanjakan mata.
Ancaman kawasan karst JagabayaMeski banyak manfaat yang dapat manusia rasakan dari adanya kawasan
karst, sayangnya hingga kini masih banyak di Indonesia pertambangan-petambangan yang menggunakan
karst atau bantuan gamping sebagai bahan baku utama dari produknya, berupa semen.
Itu karena batuan gamping memiliki unsur karbonat yang tinggi. Unsur karbonat ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena dianggap menjadi bahan baku semen yang belum terganti. Salah satu pabrik yang mengklaim dirinya sebagai pabrik semen terbesar di dunia juga terletak di daerah ini, tepatnya di kecamatan Citeureup.
Banyak konflik yang sering terjadi antara warga dengan pihak pabrik yang melakukan penambangan di dekat pemukimannya. Bom adalah salah satu hal yang sering dikeluhkan warga. “Kalau rumah-rumah permanen banyak yang retak-retak akibat pengeboman, tapi kalau rumahnya masih pakai kayu alhamdulillah aman,” ujar Eman warga desa Leuwikaret yang rumahnya sudah sering disinggahi para mapala sebelum melakukan kegiatan
caving di sana.
Hingga kini pabrik semen yang berdiri di kecamatan Citeureup sejak tahun 70-an itu sudah melenyapkan sekitar 30 persen kawasan
karst Jagabaya. Jika jumlah produksinya terus mengalami percepatan atau peningkatan untuk memenuhi jumlah permintaan semen yang juga terus bertambah, maka kawasan
karst ini akan benar-benar lenyap bahkan kurang dari 50 tahun lagi. “Sekarang warga tak pernah ada yang protes lagi karena kita sadar kita tak punya payung hukum apa-apa,” ujar Eman lagi.
“Sudah banyak gua hancur akibat penambangan yang dilakukan pabrik, padahal gua-gua tersebut juga berpotensi dijadikan tempat wisata. Mudah-mudahan tak ada lagi gua yang hancur,” kata Bandot.
(ded/ded)