Jakarta, CNN Indonesia -- Bicara tentang Sumpah Pemuda yang diperingati pada hari ini, kamu harus ke lokasi yang terkait dengan momen bersejarah itu. Ya, bangunan di Jalan Kramat Raya nomor 106, Jakarta. Di bangunan inilah Sumpah Pemuda yang terdiri dari tiga butir itu dideklarasikan.
Beberapa hari lalu CNN Student menyambangi bangunan yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda. Kamu tahu, bangunan ini adalah rumah kos milik seseorang yang bernama Sie Kong Liong. Pada awal abad ke-20 mulai banyak bermunculan sekolah-sekolah di Batavia, dan hal itu juga diikuti dengan munculnya pondokan-pondokan pelajar untuk menampung pelajar yang tidak kebagian asrama sekolah.
Selain sebagai kos-kosan, dulu tempat ini juga difungsikan menjadi tempat latihan kesenian ‘Langen Siswo’ dan untuk berdiskusi politik. Nah pada bulan September 1926 berdirilah sebuah organisasi bernama Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI), sejak saat itu gedung ini juga berfungsi sebagai kantor PPPI dan juga kantor redaksi majalah PPPI.
Gedung ini juga layaknya base camp anak muda-anak muda saat itu. Ia sering dijadikan tempat berkumpul oleh para tokoh pemuda. Sejak 1928 gedung ini diberi nama Indonesische Clubgebouw (Gedung Pertemuan Indonesia). Tokoh-tokoh seperti Mohammad Yamin, Abu Hanifah, Amir Sjarifudin, A.K. Gani Setiawan, Soerjadi, Mangaraja Pintor, dan Assaat pernah tinggal di sini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada pelaksanaan Kongres Pemuda Kedua, yaitu pada 27-28 Oktober 1928, gedung ini juga dijadikan salah satu lokasi pelaksanaannya. Selain di gedung Indonesische Clubgebouw (IC), kongres ini juga mengambil tempat di aula gedung Khatoliek Jongenlingen Bond (Saat ini menjadi Gereja Kathedral) dan juga di gedung Oost-Java Bioscoop.
Sampai dengan tahun 1934 gedung ini dijadikan pusat pergerakan mahasiswa. Sejak tahun 1934 hingga 1970 gedung ini mengalami beberapa perubahan fungsi mulai dari rumah tinggal, toko bunga, hotel, dan perkantoran.
Berubah jadi Museum Sumpah Pemuda
Pada tahun 1973 Pemerintah DKI Jakarta akhirnya mengambil alih gedung ini dan dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda. Pada 20 Mei 1974, Presiden Soeharto meremikan museum ini.
Jika kamu ingin berkunjung kemari, kamu bisa datang di hari Selasa hingga Minggu. Tiap senin dan hari libur nasional museum ini akan ditutup. Tiket masuknya Rp2.000 saja untuk orang dewasa dan Rp1.000 untuk anak-anak. Asyiknya kamu akan mendapat souvenir berupa buku cerita bergambar tentang sumpah pemuda secara cuma-cuma. Asal persediaan masih ada ya. Hihi.
Nah kita mulai telusuri dalamnya yuk. Saat pertama masuk ke dalam kamu akan menemukan 3 patung manusia yang tengah berdiskusi di meja bundar kecil. Ruang ini bernama ruang Pengenalan. Dahulu ruang ini digunakan oleh para pelajar untuk berkumpul dan belajar. Selain itu di dinding-dindingnya kamu akan melihat cerita tentang Batavia di abad 20-an, termasuk sejarah pelajar saat itu.
Masuk ke sebelah kiri kamu akan berada di ruang Pertumbuhan Organisasi Pemuda. Di sini kamu akan melihat sejarah dari beberapa organisasi pemuda kedaerahan. Kalau kamu pernah belajar soal sejarah pasti kamu pernah mendengar kan soal organisasi seperti: Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Ambon, dan lain-lain? Di sini kamu akan melihat sekilas sejarah organisasi pemuda dari berbagai daerah itu. Di tengah ruangan ini ada sebuah etalase kaca yang berisi bendera panji bergambar logo dari organisasi-organisai kedaerahan tersebut.
Lanjut masuk ke ruang selanjutnya yaitu ruangan Kongres Pemuda Pertama. Di ruangan ini kamu akan melihat cerita pelaksanaan Kongres Pemuda I di dinding-dindingnya. Di tengah ruangan kamu akan menemui sebuah arca orang tengah duduk sambil mendengarkan radio. Radio ini asli dari zaman dahulu lho. Saat abad 20-an belum ada televisi, apalagi Internet. Jadi satu-satunya media informasi elektronik yang dapat dinikmati adalah radio.
Kita bergerak lagi ke ruang selanjutnya yaitu ruang Kongres Pemuda Kedua. Yap! Disinilah peristiwa perumusan dan pendeklarasian Sumpah Pemuda untuk pertama kalinya dilakukan. Di sini kamu akan melihat diorama suasana kongres saat itu. Ada pula patung WR. Supratman tengah memainkan biolanya di depan panitia Kongres Pemuda II.
Pada dindingnya juga terukir naskah hasil kongres dan juga lagu Indonesia Raya karya WR. Supratman. Ya, di sinilah untuk pertama kalinya lagu nasional kita diperdengarkan melalui alunan nada biola WR. Supratman. Ruang ini paling lebar dan paling luas di antara ruangan yang lain.
Kita melangkah lagi ke ruangan selanjutnya, ruang Indonesia Muda dan PPPI. Cerita dan sejarah tentang pelajar Indonesia kala itu akan kamu dapatkan di sini. Di tengah ruangan ini ada patung dua pelajar yang tengah membaca koran. Khas dengan baju yang mereka gunakan saat itu. Ada yang memakai setelan kemeja dan celana panjang, ada juga yang memakai beskap dan blangkon yang merupakan pakaian khas Jawa.
Petualangan masih belum selesai kawan, masih ada ruang Indonesia Raya. Di dalam sini kita akan menemukan koleksi masterpiece dari museum ini. Biola asli dari WR. Supratman yang digunakan untuk melantunkan Indonesia Raya untuk pertama kalinya. Waahh sungguh langka kan! Selain biolanya, kita juga bisa mengenal sejarah tentang WR. Supratman.
Bergerak lagi kamu akan masuk ke ruang Perenungan. Di dindingnya dipajang kutipan-kutipan pemacu semangat kebangsaan dari para tokoh sumpah pemuda. Khas dengan warna merah menyala.
Di belakang gedung ini, terdapat sebuah taman. Kamu bisa beristirahat sejenak di sini. Ada sebuh arca tangan mengepal yang ukurannya cukup besar. Kepalan tangan ini merupakan perlambangan perjuangan para pemuda. Di bagian selatan, terdapat dinding tinggi berisi sebuh relief sejarah perjuangan pemuda. Buat kamu yang kekinian, bisa lho dijadikan spot foto.
Di sebelah utara taman ini terdapat ruang Kepanduan. Kalau saat ini kepanduan berganti nama menjadi Pramuka. Di ruangan ini dipajang berbagai alat-alat dan aksesoris yang digunakan anggota kepanduan saat itu. Ada juga patung lengkap dengan seragam kepanduannya. Kamu bisa belajar soal sejarah kepanduan di sini.
Hmm bisa belajar banyak ya kita di sini. Kalau kamu bosan melihat tulisan di dinding, kamu juga bisa memanfaatkan fasilitas digital lho teman. Di setiap ruangan terdapat komputer layar sentuh yang berisi buku elektronik interaktif. Kamu bisa mempelajari sejarah lewat fasilitas ini.
Wah, sudah mulai penasaran seperti apa aslinya? Luangkanlah waktumu untuk menyambangi museum ini! Supaya kita seperti kata Bung Karno, Jas Merah! Jangan sekali-kali melupakan sejarah!
(ded/ded)