Jakarta, CNN Indonesia -- Fasilitas boleh terbatas, tapi semangat jangan terbatas. Seperti adik-adik di Kepulauan Sebatik, Kalimantan Utara.
Buat kamu yang belum tahu, Kepulauan Sebatik ini berada di tapal batas Indonesia dan negara tetangga, Malaysia.
Fasilitas penunjang dalam kehidupan mereka tak begitu terasa. Seperti di Madrasah Ibtidaiyah Tapal Batas, sekolah tingkat dasar ini hanya terdiri dari dua lantai. Lantai 1 dipakai untuk kelas 1 dan PAUD. Sehari-hari mereka harus berbagi dan hanya dipisahkan oleh kayu plywood.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan lantai 2 digunakan untuk kelas 2, perpustakaan, sekaligus ruang kepala sekolah.
Tanah tempat berdirinya sekolah ini pun merupakan hibah masyarakat setempat yang peduli dengan pendidikan. Di sekolah ini sangat kurang pasokan air bersih, dinding-dinding kayu banyak yang berlubang, akses jalan yang buruk, bahkan listrik juga baru masuk pada bulan April 2016 lalu.
Meskipun terdapat perpustakaan, tapi buku-buku yang disediakan boleh dibilang sangat tidak relevan.
Bagaimana mau dikatakan relevan, mereka adalah siswa sekolah dasar tapi buku-buku yang disediakan adalah buku untuk jenjang SMP dan SMA.
Rozi Hermawan siswa dari MAN 1 Samarinda yang melakukan penelitian di sana bercerita “Ketika kami tanya kenapa tidak ada buku yang sesuai dengan jenjang mereka, salah satu guru di MI Tapal Batas mengatakan buku-buku itu di dapatkan dari Kemenag Kabupaten Nunukan,” ungkapnya kepada CNN Student beberapa waktu lalu.
Tapi segala keterbatasan itu tak pernah mengurangi semangat anak-anak untuk belajar. Bayangkan saja, untuk mencapai sekolah siswa-siswi MI Tapal Batas harus menempuh perjalanan sejauh 6 kilometer.
Bahkan mereka menempuh jarak sejauh itu dengan berjalan kaki. Itu bisa jadi bukti betapa jarak dan keterbatasan tak jadi penghalang untuk menuntut ilmu.
Selain itu Rozi juga mengungkapkan siswa-siswi di sekolah itu sangat antusias dalam belajar. “Mereka aktif bertanya. Lalu, mereka juga tidak ribut ketika guru menjelaskan, dan terjadi interaksi positif antara guru dengan siswa,” ungkap Rozi.
Mereka bersekolah seperti sekolah kebanyakan. Dari hari Senin Hingga Sabtu. Hari Senin hingga Kamis mereka bersekolah dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang. Sedangkan di hari Jumat dan Sabtu mereka bersekolah dari jam 7 pagi sampai jam 11 siang.
Nah kita seharusnya dapat belajar dari mereka, apalagi kita yang mendapat fasilitas belajar dengan layak. Mereka saja yang berada di kondisi serba terbatas tak pernah lelah untuk belajar, malu dong kalau kita malah bermalas-malasan?
 Foto: Dok. Istimewa (Dok. Istimewa) |
(ded/ded)