Iman dan Kerja Keras yang Membuahkan Hasil di Pedalaman

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 06 Des 2016 08:10 WIB
Mengajar bahasa Inggris di pedalaman bukanlah hal mudah. Tapi anak-anak pedalaman itu ternyata sangat antusias.
Foto: Dariusz Sankowski/StockSnap
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika pertama kali menginjakan kaki di Bumi Halmahera, saya sempat merasa gugup tetapi rasa gugup ini bukan disebabkan oleh rasa takut karena tinggal di pedalaman.

Rasa gugup ini muncul karena saya khawatir, kehadiran saya di Halmahera sebagai guru bahasa Inggris tidak dapat membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat ataupun anak-anak didik saya. Sebagai guru satu-satunya yang berasal dari Jakarta, saya merasa harapan dan tanggung jawab untuk melakukan perubahan dan dampak di Halmahera besar sekali.

Meskipun harapan dan tanggung jawab itu sendiri tidak disampaikan secara langsung tetapi sebagai seorang yang berasal dari Ibu Kota dan sudah mencicipi pendidikan tinggi di salah satu Universitas Negeri, tentu akan menjadi hal yang memalukan jika saya pulang ke Jakarta tanpa melakukan sesuatu atau melakukan sebuah perubahan yang berarti bagi anak-anak Halmahera.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika ingin berkata jujur saya sendiri masih bingung perubahan apa yang dapat membuat dampak yang ingin saya lakukan di sini. Jika dilihat teman-teman seperjuangan saya di sini dapat membuat banyak perubahan di bidang pemberdayaan. Mereka membuka lahan kosong dan menanam berbagai macam sayuran dan juga melibatkan masyarakat secara langsung. Saya melihat kerja dan integritas mereka sangat luar biasa dan meskipun bukan berasa dari Ibu Kota tetapi perubahan yang mereka lakukan sudah berdampak dan dapat dilihat dan dirasakan oelh masyarakat.

Dalam benak saya tentu saya juga ingin seperti mereka, melakukan sesuatu yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat akan tetapi saya masih bingung apa yang seharusnya saya lakukan dalam bidang pendidikan bahasa Inggris di pedalaman Halmahera. Mengajar bahasa Inggris di pedalaman bukanlah hal mudah, hal ini dikarenakan karena bahasa Inggris yang dapat dikatakan sulit untuk dipelajari karena banyak sekali hafalan dan catatan yang harus ditulis. Ditambah lagi keadaan beberapa anak-anak disini yang berbicara bahasa Indonesia saja masih salah dan bingung dan sekarang mereka harus belajar bahasa lain. Apalagi mereka belum pernanh belajar bahasa Inggris sebelumnya.

Akan tetapi saya sangat bersyukur karena ada beberapa anak yang sangat antusias dan senang mengikuti kelas bahasa Inggris saya. Bulan demi bulan berlanjut dan tidak terasa saya sudah melewati sembilan bulan tinggal dan mengajar bahasa Inggris di sini. Pikiran-pikiran untuk melakukan perubahanpun masih terlintas di pikiran saya tetapi masalahnya, perubahan jenis apa yang akan saya lakukan dan bagaimana untuk melakukan itu? 

Sekitar bulan Mei, memang teman saya sudah menyarakan untuk melakukan lomba bahasa Inggris tetapi masih belum terpikir di benak saya, lomba jenis apa yang akan saya adakan. Ditambah ketika rapat evaluasi bulanan pada bulan Oktober, saya sendiri yang mengusulkan untuk kepada setiap guru untuk membuat sebuah projek dari apa yang mereka sudah ajarkan di kelas, baik dapat berupa lomba ataupun hasil karya yang lain. Saya pun selaku pencetus ide tersebut mengumumkan bahwa nanti kelas bahas Inggris saya akan melakukan projek juga yaitu lomba bahasa Inggris nanti di bulan November.

Jujur ketika berkata demikian saya masih belum tau nanti bagaimana jenis lomba atau gambaran besar tentang lomba yang saya ingin buat, dengan kata lain saya hanya mengatakan itu lewat iman saya saja. Seiiring berjalannya waktu dan semakin mendekatnya waktu pelaksanaan lomba tersebut. Hati saya semakin gugup karena takut bahwa omongan saya mengenai lomba bahasa Inggris ini hanya sebatas wacana saja. Ditambah lagi awal bulan November yang lalu, saya harus pulang ke Ambon selama satu minggu karena opa saya meninggal dunia.

Semakin mendekatnya waktu pelaksanaaan lomba dan belum adanya persiapan membuat saya semakin gugup. Hal ini saya bawa dalam doa dan sungguh-sungguh meminta pertolongan Tuhan untuk memberikan saya ide bagaimana dan lomba jenis apa yang harus saya laksanakan. Pada pertengahan bulan November, kita melakukan rapat lagi dan dalam rapat tersebut teman-teman guru menayakan kesiapan lomba yang saya ingin laksanakan. Pada waktu itu saya berkata kembali bahwa lomba tetap diadakan tepat pada hari sabtu tanggal 26 November.

Hal ini berarti tepat saya hanya mempunyai dua minggu untuk melakukan persiapan dan juga memilih anak-anak yang mengikuti lomba. Minggu pertama saya langsung melakukan seleksi dengan memberikan soal-soal dari pertama kali saya mengajar. Meskipun terkesan buru-buru tetapi beberapa anak-anak dapat menyelesaikannnya dengan baik dan akhirnya terpilih dua belas orang anak yang mewakili tiga desa terpencil di Pedalaman Halmahera, yaitu, Desa Soamaetek, Bailengit, dan Kai Atas.

Selain itu saya sempat berencana untuk memberikan penghargaan berupa medali kepada setiap peserta lomba karena jerih payahnya dalam belajar bahasa Inggris selama sembilan bulan. Akan tetapi ketika saya pergi untuk mengecek tempat pemesanan penghargaan lomba di Tobelo, ternyata mereka tidak menyediakan medali hanya sebatas piala saja. Hampir putus asa saya ketika mendengar hal tersebut, karena jika saya memesan piala saja maka nanti piala tersebut hanyalah untuk beregu saja bukan untuk peserta perseorangan.

Saya coba mengontak ibu saya di Jakarta untuk segera memesan medali karena waktu yang hanya tersisa dua minggu. Puji Tuhan, medali sudah dapat dipesan akan tetapi butuh waktu sekitar empat hari untuk penyelesaian medali tersebut belum ditambah lagi waktu pengiriman ke Halmahera dari Jakarta yang berkisar kurang lebih enam hari. Jika saya perhitungkan maka medali akan sampai di Halmahera tepat hari sabtu tanggal 26 dan belum tentu sampai pada pagi hari, bisa siang atau malam. Dan jika medali mau diambil di Tobelo, maka jarak tempuh yang harus diambil sekitar kurang lebih dua jam untuk pulang pergi dari desa Soamaetek.

Jadwal pelaksanaan lomba sempat saya diskusikan dengan teman-teman guru di sini, ada yang menyarankan bahwa lomba ditunda saja dan pindah pada hari senin karena terneyata pada hari sabtu itu ada beberapa anak yang masih mengikuti lomba sekolah. Saya juga sempat berpikir demikian karena jika lomba diteruskan hari sabtu maka nanti setiap peserta hanya mendapatkan sertifikat saja dan tidak bisa difoto dengan medali.

Akan tetapi saya sudah mencetak spanduk dan sertifikat yang sudah tertera tanggal 26 November sebagai hari pelaksanaan lomba, akan terasa sangat lucu jika ternyata pelaksanaan lomba ditunda dan tidak sesuai tanggal yang tertera di spanduk maupun sertifikat. Saya tetap mempunyai iman bahwa lomba akan terlaksana gereja bahasa Inggris, yaitu the Lord’s Prayer, Jesus is Alive dan Hosanna.

Materi yang bahasa Inggris dilombakan cukup sulit bahkan menurut saya sulit sekali apalagi dilihat dari letak geografis anak-anak yang tinggal di pedalaman belum ditambah banyaknya stigma bahwa anak pedalaman itu relatif ‘tidak mengerti apa-apa’ atau maaf ‘bodoh’. Tetapi Tuhan berkata dan melakukan sebaliknya.

Tanggal 26 November 2016 merupakan peristiwa sejarah bagi anak-anak dan juga pendidikan di Kao Barat, di mana mungkin lomba bahasa Inggris tingkat profesional untuk kalangan pelajar baru pertama kali diadakan. Sehabis lomba anak-anak dengan bangga melihat medali dan sertifikat hasil kerja keras mereka selama sembilan bulan belajar bahasa Inggris. Mereka dengan gembira berfoto dengan teman dan sanak saudara/saudari mereka, mungkin hari Sabtu tanggal 26 November itu merupakan hari yang bersejarah dalam hidup mereka.

Tuhan memang sangat baik, tidak ada perkara yang terlalu besar atau terlalu kecil bagi Dia. Asalkan kita mempunyai iman dan perbuatan yang sejalan dengan jalanNya maka Dia akan membuka jalan agar apa yang ingin kita lakukan dapat berjalan sesuai dengan rencanaNya agar namaNya dapat dipermuliakan. Tanggal 26 November akhirnya sudah lewat, masing-masing anak-anak yang ikut lomba, teman-teman mereka yang sudah datang untuk menyemangati mereka, dan orangtua yang sudah datang untuk menyaksikan bagaimana luar biasanya anak-anak mereka dalam berbicara bahasa asing pasti bangga dan mempunyai cerita masing-masing untuk diceritakan kepada banyak orang.

Dan untuk saya sendiri, saya merasa bangga sekali, entah apa yang saya lakukan ini termasuk membuat perubahan atau tidak tetapi saya sangat bangga sekali melihat perkembangan anak-anak didik saya dari pertama kali belajar bahasa Inggris dari tidak tahu apa-apa sampai dengan berbicara bahkan menyanyi. Hasil sembilan bulan mengajar akhirnya terbayarkan. Sungguh, kepuasaan yang saya rasakan ketika melihat mereka tersenyum pada saat berfoto dengan medali mereka tidak ada tandingannya.

Stigma anak pedalaman adalah anak-anak yang kurang pintar sudah dipatahkan dengan adanya lomba Bahasa Inggris ini semoga kelak diantara mereka ini dapat timbul pemimpin-pemimpin yang dapat mengarumkan nama Indonesia di kancah nasional maupun internasional.

Kurang lebih dua minggu lagi saya balik ke Jakarta dan akhirnya saya dapat melakukan sesuatu untuk orang lain, untuk negeri Indonesia tercinta ini, dan terlebih untuk Sang Pencipta. Meskipun apa yang saya perbuat mungkin sederhana dan tidak lama. Paling tidak saya sudah melakukan apa yang saya dapat lakukan sebaik mungkin di Pedalaman Halmahera ini dan mendapat kesempatan langka untuk menjadi guru di pedalaman untuk melihat dan belajar dari sisi hidup msayarakat pedalaman Indonesia yang notabene tidak semua orang dapat merasakannya. Saya bangga menjadi guru Pedalaman. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER