Bandung, CNN Indonesia -- Berkuliah di Universitas Padjadjaran dengan segala permasalahan di kampus membuat mahasiswa lupa dengan lingkungannya. Jatinangor, kecamatan di Kabupaten Sumedang yang berlabel Kawasan Pendidikan Jawa Barat nyatanya masih memiliki persoalan.
Kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh institusi pendidikan dinilai belum optimal. Beberapa mahasiswa yang peduli dengan pendidikan di Jatinangor pun mencoba membawa perubahan.
Setidaknya, hal itu yang ingin dilakukan oleh Nuzaha Azimah (20). Ia merupakan Ketua Pelaksana Hayu Mengajar (Hajar) 2016. Kegiatan Hajar selalu diadakan setiap bulan September sampai Oktober sejak 2014 dalam jangka waktu sebulan. Selama 4 minggu tersebut, Nuzama dan rekan-rekannya memberikan edukasi dengan tema perminggu yang berbeda-beda di Madrasah Ibtidaiyah Cipaku setiap hari Sabtu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Di Jatinangor terdapat banyak Universitas, ironis jika di sekitar lingkungan pendidikan tapi masyarakat di sana masih kurang pendidikannya,” ujar wanita berhijab ini.
Anak-anak yang selalu antusias saat para pengajar memberikan ilmu adalah suatu hal yang menyenangkan bagi Nuzama. Terlebh lagi jika mereka terus memberi perhatian dan berperan aktif selama kegiatan mengajar. Berangkat dari hal yang sama, Hanpy Fathurrahman (20), juga menganggap timbal balik yang diberikan oleh adik-adik asuhnya menjadi sesuatu yang sangat berharga.
“Sebagai tanda terima kasih, mereka saat itu memberi kita, kakak-kakak asuhnya bunga. Buat saya itu momen mengharukan. Anak kecil polos yang berterima kasih karena sudah diberikan ilmu pembelajaran di luar sekolah,” ucap Ketua Kelompok Jatinangor (KJ) 21 ini. Ini adalah UKM di Fakultas Ilmu Komunikasi yang bergerak di bidang pendidikan.
Ada kegiatan di mana para anggota KJ 21 mengunjungi adik asuhnya masing-masing ke rumah. Kegiatan ini dinilai menjadi jembatan penghubung antara kakak dan adik asuh serta orang tua mereka. Interaksi langsung dengan orang tua, menurut Hanpy, menjadi komunikasi bolak-balik yang dijalani kakak asuh dengan para orang tua.
“Masyarakat merasa mendapat bantuan dengan adanya kegiatan semacam ini karena memang tujuannya membantu murid-murid SD Hegarmanah 1 dan 2 belajar. Orang tua juga meminta kita untuk menjaga anak-anaknya,” jelasnya.
Memajukan Kesejahteraan Masyarakat Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan salah satu visi dan tujuan yang harus dicapai oleh seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Salah satu poin dari visi ini adalah pengabdian kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, pengabdian ini dapat dilakukan dengan cara melakukan berbagai kegiatan positif. Dalam hal ini, mahasiswa harus mampu melebur dengan masyarakat dan mampu memberikan kontribusi dan partisipasi nyata.
“Mahasiswa perlu untuk melakukan pengabdian masyarakat. Dengan begitu, akan menambah pengalaman untuk mahasiswa dan lebih mengenal bagaimana pendidikan di lingkungan kampus,” tutur Dosen Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Rahmat Sutedi.
KJ 21 dan Hayu Mengajar adalah bukti-bukti masih adanya kepedulian dalam diri mahasiswa untuk membuat Jatinangor lebih baik. Sebagai anggota masyarakat yang sedang menempuh pendidikan di tingkat tinggi, sudah sepatutnya mahasiswa berkontribusi dalam kegiatan pembelajaran di lingkungannya. Begitu pula alasan terbentuknya Jatinangor Educare (JEC) yang dibangun berangkat dari keresahan sekelompok mahasiswa yang merasa dirinya tidak pernah mengabdi kepada masyarakat Jatinangor pada tahun 2011.
“Selama menjalani perkuliahan, kita pasti mendapatkan dukungan seperti dari orang tua, teman, dan termasuk pula dari lingkungan Jatinangor ini. Harus ada sesuatu yang kita berikan ke masyarakat dari pendidikan yang kita dapat semasa kuliah,” tutur Lintang Kusuma Pratiwi (20), Koordinator Happy Teacher for English JEC.
Jiwa sosial yang tinggi dinyatakan dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi harus dimiliki oleh mahasiswa. Dengan kepekaan sosial tersebut, mahasiswa dituntut untuk melakukan kegiatan yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Pengabdian kepada masyarakat harus dijalankan dengan inisiatif untuk membayar hutang mahasiswa pada masyarakat. Cara saya berterima kasih pada Jatinangor dengan mengabdi pada masyarakat, yaitu dengan mengajar,” ujar mahasiswi Institut Teknologi Bandung ini.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan, jumlah siswa kelas 3 SMA yang mengikuti ujian pada tahun 2016 sejumlah 1.691.514 orang. Dari jumlah tersebut, diperkirakan sekitar 30% melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Keberuntungan masyarakat yang masih bisa mengenyam pendidikan sampai ke jenjang Universitas seharusnya diimbangi dengan kontibusi yang diberikan pada masyarakat
“Peduli lingkungan itu perlu, apapun jenis pengabdiannya, jangan harapkan imbalan. Lihat bahwa masyarakat perlu dibantu pembangunannya. Kita yang beruntung menjadi mahasiswa ini harus membangikan ilmu dan memberikan jasa ke masyarakat,” ucap Lintang.
Pengabdian yang dilakukan tidak hanya berguna bagi masyarakat itu saja, melainkan juga pada mahasiswa. Perubahan dari diri sendiri yang lebih peka, peduli, bersikap simpati dan empati pada lingkungan sekitar dan manajemen waktu menjadi keuntungan tersendiri bagi mahasiswa-mahasiswa yang menjadi pengajar di Jatinangor ini.
“Banyak hal yang bisa kita pelajari di masyarakat. Mengabdi kepada mereka menegaskan peran mahasiswa sebagai ujung tombak masyarakat dan generasi penerus bangsa agar kita lebih bermanfaat bagi sesama,” pungkas Hanpy.