Jakarta, CNN Indonesia -- Mendekati komplek Gua Pawon, saya teringat lagu Kera Sakti dalam film serial mengenai biksu dan kera yang sakti. Soalnya, gua ini seperti dijaga sekumpulan kera. Eh, bukan kera, tapi monyet berekor panjang.
Gua Pawon berada tak jauh dari permukiman di Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat. Kita bisa mencapainya dengan kendaraan roda dua. Begitulah yang saya lakukan saat berkunjung ke sana pada April lalu.
Setelah melintasi jalan agak meninggi dan turun, sekitar seratus meter di depan terdapat portal tertutup. Saya berhenti dan bingung. Menoleh ke arah kanan. Dua laki-laki tetsenyum memberikan isyarat, saya harus menghampirinya
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buat berapa orang mbak?” dia bertanya.
"Dua," ucapku. Ternyata harus membeli tiket masuk seharga Rp5.000 per orang. Portal pun dibuka.
Saya melaju perlahan sambil melihat-lihat sekeliling. Sangat sepi. Padahal ini hari Minggu. Sampai kemudian tibalah kami di gerbang utama gua Pawon.
Gua Pawon terlihat tinggi dan indah, walau tak semegah gua-gua lain. Lalu saya mulai mendekati gua itu. Ada tanah yang dibentuk seperti tangga debgan pegangan dari besi. Untung tak hujan. Kalau hujan, saya yakin tangga ini bakal licin dan bisa bikin terpeleset.
Mendekati pintu gua pertama, sudah tercium sekali aroma kelelawar penghuni gua ini. Begitu masuk, tersajilah pemandangan indah. Liang di atas gua memberkaskan cahaya matahari. Penerangan alami yang indah.
Tapi hati-hatilah sebab banyak titik gelap di gua ini. Jalanannya pun terjal. Untuk mencapai bagian atas, saya harus agak menunduk. Di sana ternyata sudah menunggu monyet-monyet berambut rancung.
Mereka menunggu uluran makanan dari pengunjung. Tapi hati-hatilah, karena kadang monyet itu merebut paksa bawaan plastik kresek yang dibawa.
Menoleh ke arah yang lain, saya berhadapan dengan pemandangan yang indah. Pemandangan alam wilayah kecamatan Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat.
Batu-batu besar tampak di pinggir jurang. Nampak bagus dijadikan tempat berfoto. Beberapa menit berfoto, merasa sudah puas. Saya kembali menyelesaikan perjalanan ke lantai paling atas.
Sudah tersedia tangga buatan dari besi. Tapi rasanya tangga ini kurang kokoh, sehingga kadang bikin hati jadi jerih. Sepertinya tangga ini perlu perbaikan.
Di bagian teratas, terpampang pemandangan hamparan luas. Di atas tebing saya melihat komunitas pecinta alam sedang memanjat tebing.
Rudy, laki-laki bersandal jepit baju hitam menuturkan tempat ini lumayan bagus untuk dijadikan panjat tebing. Rutenya pun lumayan sulit. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dan kawan-kawannya. Sangat unik sekali.
Terdapat pagar besi yang isinya kerangka manusia berukuran sedang nampaknya kerangka anak-anak serta terdapat pula benda-benda zaman dahulu. Saya perhatikan dinding dari ujung ke ujung. Di pojok kanan atas terdapat sedikit tulisan kuno yang saya sendiri tidak tahu artinya.
Gua pawon yang tidak terlalu terkenal, bahkan beberapa orang menganggap biasa gua tersebut, padahal tempat wisata ini buka setiap harinya, ternyata menyimpan kekayaan ilmu pengetahuan.
Hendi, penjaga Gua Pawon mengatakan dulunya tempat ini adalah rumah bagi manusia purba pada 5000 tahun yang lalu. Terdapat ruangan-ruangan gua yang masing-masing ditemukan benda-benda untuk memasak, berburu, serta ada ruangan khusus terdapat banyak kerangka manusia. Diyakini bahwa tempat ini adalah rumah sekaligus pemakaman.
Kerangka-kerangka manusia sengaja tidak dipindahkan ke museum, karena ditakutkan akan merusak tulang yang rapuh. Maka lebih baik disimpan pada tempat asalnya. Sekaligus hal ini dipergunakan untuk menarik minat wisata pengunjung.
Tidak ada promosi yang dilakukan untuk menyebar luas keberadaan tempat ini. Cukup mengandalkan pembicaraan dari mulut ke mulut. “Kami tidak ada promosi khusus. Hanya mengandalkan pengunjung. Ketika mereka berkunjung pastinya akan berfoto, kemudian akan di-upload ke media sosial, dengan begitu orang akan tahu dengan sendirinya,” ucap Hendi.
Gua Pawon ini kebetulan terletak di bawah Taman Batu atau lebih dikenal Stone Garden. Berada di atas puncak paling tinggi, Taman Batu ini lebih banyak menarik peminat pengunjung. “Lebih enak ke Stone Garden, bagus pemandangannya daripada Gua Pawon Cuma gitu-gitu doang. Tanggung buat ngeluarin duitnya,” ujar Harti, perempuan berkacamata yang dijumpai saat berfoto.
Disinggung mengenai pengunjung. Memang lebih banyak ke Stone Garden daripada Gua Pawon. Mungkin karena orang-orang zaman sekarang tidak terlalu menyukai situs sejarah. "Pengunjung datang pun kerap kali menanyakan di bagian mana tempat yang bagus untuk berfoto, tanpa menanyakan sejarahnya," ucap Hendi lagi sambil tertawa.
Tempat tersebut sudah mendapat perawatan dari Pemerintah Daerah (Pemda) dari mulai mengecek dinding gua dan bebatuannya, pembuatan tangga, serta terdapat beberapa penjaga khusus yang setiap hari menjaga Gua Pawon.
Berbeda dengan Yulianti, pengunjung asal Medan yang berkuliah di Sumedang ini mengatakan sangat menyukai tempat yang berunsur sejarah kuno. Dia pun sangat menyukai peninggalan-peninggalan yang masih tersimpan pada tempatnya, “Bagus, saya suka tempat seperti ini,” tuturnya.