Jakarta, CNN Indonesia -- Sadarkah kita bahwa alam benar-benar menjadi sebuah tanda baca bagi kehidupan manusia? Alam begitu baik membantu kelangsungan hidup umat manusia. Itulah kodrat yang telah dipegang teguh sang alam, fitrahnya untuk membantu kehidupan manusia ia pegang teguh dan ia kerjakan tanpa keluh kesah, tanpa ada demo atau mogok "tugas" menuntut perbaikan kondisi.
Jikalau alam bisa seperti itu apa jadinya umat manusia? Di demo sama alam yang meminta lingkungannya diperbaiki karena telah dirusak oleh manusia?. Namun alam tetap bersahaja melakukan aktivitasnya tanpa banyak menuntut padahal lingkungannya sudah hancur dibinasakan tangan-tangan "keserakahan".
Alam jagat raya ini benar-benar tanda baca bagi manusia. Seperti contohnya bambu dapat berfungsi sebagai peringatan dini terhadap erupsi gunung berapi. Selain itu, bambu juga dapat digunakan untuk mengalihkan awan panas dari erupsi gunung berapi dan melindungi masyarakat yang hidup di sekitar gunung.
Hal itu diungkapkan dalam hasil penelitian Azizah Dewi Suryaningsih, siswi SMAN 1 Yogyakarta yang meraih juara pertama Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja (LKIR) 2016 bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK).
Pada tanggal 13-20 Mei 2017 mendatang, Azizah akan membawa hasil penelitiannya tersebut untuk berkompetisi di Intel International Science and Engineering Fair (IISEF) 2017 di Los Angeles, Amerika Serikat.
Semua itu berawal dari rasa kecintaannya mendaki Gunung Merapi, Yogyakarta, Azizah meneliti wilayah selatan Gunung Merapi yang berdekatan dengan bukit Kendil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Azizah mengatakan, masyarakat di sekitar Gunung Merapi percaya bahwa bambu dapat memberi peringatan sebelum erupsi terjadi.
Dikutip dari Kompas pekan lalu, ia mengisahkan, "Ketika tanya sama warga, mereka katakan dulunya bambu dipake kalau mau erupsi, jadi dia bunyi pletek-pletek begitu. Warga di sana masih ada yang percaya. Jadi, saya meneliti ketahannya untuk mitigasi bencana,"
Lanjutnya, sebelum Merapi memuntahkan isi perutnya, terjadi perubahan alam berupa peningkatan temperatur udara di sekitar Merapi dan di dalam tanah yang membuat hewan-hewan turun gunung.
Peningkatan temperatur tersebut membuat bambu pecah sehingga menimbulkan bunyi yang digunakan oleh kearifan lokal sebagai peringatan dini.
Penelitian yang dilakukan Azizah memakan waktu sekitar satu tahun lamanya. Selain hal di atas, Azizah juga mendapati bahwa bambu dapat digunakan untuk mengalihkan arus awan panas yang membawa material vulkanik. Masyarakat di sekitar Merapi menyebut awan itu dengan nama Wedhus Gembel.
"Bambu petung bisa jadi sabuk natural untuk pengalihan awan panas agar mengalir ke sungai Kali Woro dan Boyong supaya rumah di bawah itu enggak terlalu kena dampak, jadi diarahkan ke kalinya dulu," ucap Azizah.
Ketahanan bambu petung kemudian diuji dengan software yang memperhitungkan sifat fisik dan mekanik antara bambu petung dan awan panas. Hasilnya? Luar biasa! Bambu petung dapat menahan laju awan dan material yang dibawa.
Namun bukan berarti bambunya masih berdiri tegak. Bambu bagian atas terbakar, tapi bagian bawahnya tidak. Sebab, suhu gas yang tinggi cenderung ke atas dan meninggalkan suhu di bawah yang rendah.
Kondisi utuhnya bambu petung bagian bawah juga terlihat dari dokumentasi erupsi Merapi pada tahun 2010 dan jika erupsi kembali terjadi, bambu dapat mengalihkan awan panas menuju sungai.
Sayangnya, kini bambu di area gunung Merapi sudah tidak sebanyak dulu. Azizah mengatakan, sudah tidak ada yang melestarikan. Kalau dulu ada Mbah Marijan yang merawatnya.