Media Sosial, Demokrasi, dan Radikalisme

CNN Indonesia
Senin, 29 Mei 2017 11:27 WIB
Banyak kalangan yang menyalahgunakan media sosial dan Internet untuk menebar kebencian, hujatan, hasutan, informasi hoax, serta paham radikal.
Ilustrasi Internet (Foto: Pixabay.com)
Solo, CNN Indonesia -- Pada zaman yang serba modern seperti saat ini, kita diberi kemudahan mengakses berbagai informasi melalui Internet di mana saja dan kapan saja. Bahkan, Internet bukanlah barang yang mahal, karena dampak dari pembangunan yang semakin maju memudahkan kita untuk mengakses Internet.

Dari data yang dilansir kominfo.go.id tahun 2013, pengguna Internet di Indonesia sebanyak 63 juta dan kini bertambah menjadi 132 juta. Sebanyak 95 persen pengguna Internet di Indonesia adalah pengguna media sosial.

Banyak sekali bukan? Tak heran bila saat ini nilai-nilai dan norma-norma sosial mulai terkikis akibat banyak orang lebih memilih bersosialisasi melalui media sosial. Media sosial tidak hanya digunakan untuk berbagi momen-momen menyenangkan dan penting bagi penggunanya, tapi media sosial juga menjadi media informasi bagi banyak kalangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, di tengah pertumbuhan media sosial yang semakin pesat, justru menjadi akar masalah dari persoalan-persoalan yang terjadi akhir-akhir ini. Yaitu mengenai persatuan bangsa. Mengapa? Karena melalui medsos banyak kalangan yang menyalahgunakannya untuk menebar kebencian, hujatan, hasutan, informasi hoax, serta paham radikal.

Amat disayangkan. Media sosial yang menjadi simbol kebebasan masyarakat mengakses komunikasi dan informasi justru menjadi senjata makan tuan bagi persatuan negeri. Kita dengan mudahnya dapat menjumpai akun-akun yang menebar kebencian atas nama kelompok, golongan, agama, dan perorangan yang beredar luas di media sosial.

Hujatan dan hasutan yang dilontarkan sangat mudah sekali memengaruhi para netizen. Ada yang menanggapi dengan sikap positif, namun tak sedikit yang ikut terpancing dan bersikap negatif. Masalah yang ada di media sosial justru ikut terbawa hingga ke dalam kehidupan masyarakat.

Kebebasan dalam sebuah negara demokrasi, bukanlah kebebasan yang terjadi seperti saat ini. Di mana kita bebas melontarkan hujatan, celaan, atau provokasi terhadap pihak lain. Kebebasan yang terjadi saat ini malah membuat kita tidak mau diatur dan tunduk pada peraturan.

Kita merasa paling benar, paling hebat, dan paling tahu. Kebebasan yang ada tidak menimbulkan rasa sadar diri akan persatuan bangsa, namun malah melahirkan sikap fanatik yang sempit.

Inilah yang mengakibatkan paham-paham garis keras atau radikal tumbuh subur di Indonesia. Amat memprihatinkan! Kebebasan di negara kita yang tidak dibarengi dengan pengetahuan menjadi lahan subur bagi paham radikal.

Kita tidak dapat menutup mata bahwa Internet dijdikan sebagai alat dalam menyebarluaskan kebencian, hasutan dan radikaslime, khususnya media sosial. Bukan hanya ketidakbijaksanaan netizen yang menggunakan medsos secara salah, namun dengan jumlah pengguna Internet di Indonesia yang sangat besar, pemerintah saat ini belum mendirikan badan keamanan siber nasional yang bertugas menangkal berbagai pengaruh buruk yang menyusup melalui internet.

Cyber Patrol dan kinerja dari Kementrian Informasi dan Informatika dinilai sangat kurang dalam mengawasi penggunaan Internet di Indonesia.
Bukan hanya peran pemerintah, tapi masyarakat juga berperan besar dalam menjaga persatuan negeri. Jangan sampai kita terpecah hanya karena tidak bijaksana dan terhasut dalam ber-social media.

Mari kita rekatkan persatuan, tumbuhkan kebebasan yang bertanggung jawab, dan bergandengan tangan menangkal radikalisme. Karena bukan dengan senjata kita memerangi radikalisme, namun dengan pengetahuan dan pendidikan yang baik radikalisme dapat ditangkal.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER