Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo menyentil Institut Pertanian Bogor (IPB) yang lulusannya disebut lebih banyak bekerja di bank daripada di sektor pertanian. IPB pun menjawab sentilan itu.
Menurut data Humas IPB, yang dilansir Antara pada Senin (11/9), sebanyak 79,20 persen lulusan itu bekerja sesuai jurusan. Hanya 19,31 persen yang tidak bekerja di bidang pertanian. Itu menurut catatan tahun 2015.
Selain itu, masih menurut data yang sama, sebanyak 87 persen alumni IPB bekerja di bidang teknologi pertanian dan hanya sembilan persen yang bekerja di bidang perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang alumnus Fakultas Pertanian IPB, Rizal Fahreza, misalnya, menjadi wakil Indonesia dalam ajang ASEAN Youth Social Entrepreuneur 2017, di Manila, Filipina. Rizal mengelola lahan seluas 2,2 hektare untuk memproduksi sayur dan buah.
Rizal juga bekerja sama dengan petani di Garut, Jawa Barat, untuk membantu pemasaran hasil buah dan sayur petani dengan luas tanah 14 hektare yang tersebar di empat kecamatan. Dirinya fokus pada jeruk Garut yang harapannya dapat menjadi solusi untuk mengurangi impor buah.
Seorang alumnus Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB tahun 2012, Aang Permana, juga pernah mendapat penghargaan Kick Andy Heroes 2017. Dia mengolah ikan petek yang banyak dibuang oleh nelayan di Waduk Cirata, Cianjur, Jawa Barat menjadi makanan dengan nama dagang Crispy Ikan Sipetek.
Aang terus melakukan inovasi baik dari segi rasa maupun tampilan pada kemasan. Saat ini Crispy Ikan Sipetek tidak hanya diterima dengan baik oleh masyarakat Cianjur namun juga mulai merambah konsumen dengan 500 agen di 70 kota di Indonesia, seperti Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Banjarmasin, Medan, Padang, Riau, Makassar, bahkan juga dibawa ke Malaysia dan Hongkong oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjualnya kembali.
Wakil Direktur II Bidang Sumberdaya, Kerja Sama Pengembangan, Program Diploma IPB, Dr. D. Iwan Riswandi, SE., M.Si. setuju apabila banyak lulusan IPB yang bekerja di bidang keuangan badan usaha milik negara (BUMN).
Iwan mengatakan tani di Tanah Air masih jauh dari kata makmur. Kebanyakan dari petani menjual tanahnya karena sulit mendapat modal untuk bertani. Satu orang petani sekurang-kurangnya membutuhkan dana sebesar Rp50 juta untuk menggarap sawahnya, sementara dana tabungan sendiri mungkin tidak akan tercukupi.
"Kalau para petani tidak mendapat suntikan pendanaan dari perbankan kemungkinan mereka bisa gulung tikar bahkan menjual tanahnya. Maka dari itu hanya orang dari lulusan pertanian yang paham sehingga mau menyediakan dana untuk petani tersebut," kata Iwan kepada Antara saat ditemui di Kampus IPB Cilibende, Senin.
Sementara itu, Rektor IPB, Herry Suhardiyanto mengatakan saat ini banyak mahasiswa aktif yang ingin menjadi wirausahawan atau memiliki bisnis sendiri yang tentunya di bidang pertanian.