Resensi Buku: Jangan Tenggelam dalam Peradaban!

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Senin, 13 Nov 2017 18:00 WIB
Citra memberi julukan Gilang “ikan-ikan mati”, terombang-ambing mengikuti arus bernama peradaban yang tak tahu di mana dan bagaimana akan berlabuh.
Ilustrasi (Foto: REUTERS/Juan Carlos Ulate)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gilang Kusuma, berwajah rata-rata namun memiliki postur tubuh layaknya atlet profesional. Dia adalah seorang banker kelas menengah yang sudah enam tahun bekerja di Bank Republik dan kini menjadi relationship manager.

Di kantor tersebut, Gilang ditemani oleh tiga orang lainnya yang juga berkutat dengan kesibukan yang sama. Jay, Bobby dan Latheef menjadi obat saat deadline menghadang. Di antara ketiga temannya itu, hanya Jaylah yang memiliki kemampuan berbicara di atas rata-rata.

Buku ini membawa pembaca untuk ikut berimajinasi mengenai keadaan Jakarta pada belasan tahun ke depan. Begitu banyak perkembangan terjadi yang tentunya semakin memudahkan kehidupan manusia. Pemicunya adalah Indonesia Kidness App (IKA). Sebuah aplikasi milik pemerintah yang bertujuan untuk menyaring hal-hal buruk di dunia maya, agar yang dihadirkan hanyalah kebaikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian IKA menghadirkan fitur point rewards dari setiap postingan Facebook yang dinilai “baik” akan mendapat point yang nantinya berguna sebagai potongan harga di berbagai tempat yang terdaftar. Penggunaan Ways (aplikasi penunjuk arah), ChatApp (aplikasi chatting), taksi dan ojek online pun semakin marak digunakan masyarakat.

Lewat IKA pula Gilang dipertemukan dengan kisah masa lalunya, Citra Lestari. Wanita yang meninggalkan seribu tanda tanya di dalam hidupnya. Pergi begitu saja saat seminggu sebelum prom night SMA berlangsung. Tanpa kabar dan penjelasan.

Akhirnya setelah sepuluh tahun menunggu, Gilang bisa melihatnya lagi di sebuh kedai jamu. Wanita berambut pendek itu menyanyikan sebuah lagu yang berjudul “Pulang” dari Float yang memiliki makna bagi keduanya. Penggambaran mengenai nostalgia SMA dijelaskan secara halus oleh penulis, sehingga pembaca terbawa suasana.

Pada malam itu Jay, Bobby, Latheef, dan Gilang layaknya empat gerombolan sirkus memutuskan untuk pergi ke tempat hiburan malam karena penat dengan tekanan kerjaan. Kepergian Gilang malam itu membuahkan hasil. Ia dipertemukan dengan wanita bertubuh tinggi, putih, dan langsing layaknya model: Monita.

Monita adalah cerminan wanita masa kini yang menjadi kriteria setiap lelaki. Pertemuan mereka berlanjut pada momen pembentukan task force yang merupakan rangkaian dari pengembangan IKA. Dengan mengedepankan kebaruan, selama dua tahun sekali pembentukan task force dilakukan dengan mengundang bakat-bakat terbaik dan variatif dari berbagai latar belakang untuk mengikuti perkembangan zaman.

Pertemuan Gilang dan Monita semakin sering sehingga lebih banyak waktu yang mereka habiskan bersama. Namun, bayang-bayang Citra masih terus menghantui. Gilang bingung dengan dua pilihan yang berbeda. Monita dengan gaya kekinian sedangkan Citra yang sederhana dan tidak peduli dengan kemajuan zaman.

Hingga Citra memberi julukan Gilang “ikan-ikan mati” yang terombang-ambing mengikuti arus bernama peradaban yang tak tahu di mana dan bagaimana akan berlabuh. Kedua wanita itu dipisahkan oleh sebuah jurang besar yang benama zaman.

Pertemuan dengan salah satu dari wanita tersebut yang nantinya menyadarkan Gilang, bahwa tidak selamanya pikiran dan kemauan seseorang dapat dikendalikan oleh sebuah sistem. Setiap orang harus bisa menentukan pilihan tanpa tekanan apalagi iming-iming potongan harga. Kepentingan publik yang Gilang utamakanlah yang akan merubah hidupnya di masa depan. Menghasilkan sesuatu yang baik atau burukkah?

Secara keseluruhan buku berwarna orange terang ini telah mewakili keresahan sebagian besar khalayak yang merasa hidupnya sudah ketergantungan dengan gadget dan perangkat internet yang memperbudaknya. Dikemas dengan gaya masa kini, buku ini dapat memberi gambaran seperti apa kehidupan di masa depan. Penggunaan kata yang tidak awam disertakan pengertiannya di sudut kiri bawah, tentunya semakin mempermudah pembaca dalam mencerna tulisan.

Judul : Ikan-Ikan Mati
Penulis : Roy Saputra
Penerbit : Mediakita
Tahun Terbit : 2017
Jumlah Halaman : 317 Halaman (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER