Jakarta, CNN Indonesia -- Judul buku: Aku Ingin
Penulis: Kurnia Medew
Penerbit: Lingkar Mata
Cetakan: cetakan 1, Agustus 2017
Berjalan dalam satu payung dan berlari melawan hujan. Apa yang akan kalian katakan jika kalian tahu apa yang Kinar inginkan?
Gadis dengan sejuta daun yang gugur. Yang merasa bahwa hidupnya tidak adil. Tak ada satu pun yang bisa ia sombongkan mengenai kenangan-kenangan sebagai malaikat kecil untuk langit dan pelanginya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mimpi ini, akankah kalian tertawakan? Telah tersadarkan bahwa tidak segala sesuatu yang indah berawal dengan indah, pun tidak segala sesuatu yang indah berakhir dengan indah. Seperti cinta.
Aku menilainya. Bahkan tertekan karena cinta yang terbayang adalah hanya sebuah perpisahan.
Sangat tepat jika aku selalu menolak memikirkan hal rumit ini. Jatuh cinta tidak pada waktunya hanya akan membuat jatuh terlalu dalam yang sangat menyakitkan bahkan meninggalkan luka.
Terlebih sangat miris jika luka itu berada pada hati lain yang sampai menanggungnya sehari, dua hari, sampai bertahun-tahun. Untuk itu, aku yang tidak akan jatuh. Aku yang akan membangun. Karena jika aku jatuh begitu dalam, maka aku hanya akan membeli kenangan-kenangan dengan waktu.
Aku akan berjalan tegak dengan payung yang aku punya. Sehingga setelah hujan reda, yang aku lihat hanya langit dan pelangi milikku. Yang aku Ingin...
***
Novel ini mengisahkan seorang gadis yang memiliki mimpi untuk menyatukan kembali orang tuanya yang telah berpisah dengan sebutan langit dan pelangi. Selama ini ia merasa sedih karena ia berpikir bahwa hidup yang ia jalani tidaklah adil, namun di balik kesedihan yang dalami oleh gadis kecil bernama Kinar, ia selalu dikelilingi orang-orang yang sayang kepadanya.
Dalam novel ini banyak menceritakan mengenai persahabatan, kekeluargaan, percintaan dan konflik yang terjadi pada masa remaja. Diam-diam ternyata Kinar menyukai sahabatnya sendiri namun ia tidak mengungkapkannya karena ia berpikir bahwa cinta hanyalah berakhir perpisahan dan hanya akan meninggalkan luka. Dan kesedihannya bertambah ketika sahabat yang ia cintai meninggalkan Kinar untuk selamanya.
Kurnia Meishinta Dewi atau yang biasa dipanggil Kurnia Medew, ia lahir di Purwakarta, 23 Mei 1997. Saat ini ia sedang menempuh S1 jurusan Keperawatan di Universitas Padjadjaran. Selain novel
Aku Ingin ia juga pernah menerbitkan buku kumpulan cerpen dengan judul
Cerita dari Sahabat.
Novel
Aku Ingin diterbitkan pertama kali oleh Lingkar mata pada Agustus 2017. Di sela-sela kesibukannya menjadi mahasiswa, ia masih bisa menyempatkan waktunya untuk menyelesaikan buku ini. Tema dari buku Kurnia Medew ini adalah mengenai persahabatan, sedikit kisah cinta, dan mengenai keluarga.
Novel ini memiliki sasaran pembaca yaitu untuk kalangan remaja, karena novel ini menceritakan kehidupan yang dialami oleh remaja dan latar yang disampaikan oleh penulis kebanyakan dilakukan di lingkungan pendidikan.
Novel dengan 17 bab ini memiliki kelebihan yaitu penyampaian emosi yang dialami oleh Kinar cukup baik dan sebagai pembaca bisa menikmati cerita tersebut. Apalagi penyampaian cerita di bagian 7 dan 8 mengenai kepergian Gian, penulis berhasil membuat pembaca menitikkan air mata. Sehingga pembaca bisa membayangkan seolah-olah itu benar terjadi.
Alur maju yang digunakan penulis dalam bercerita membuat pembaca menikmati cerita yang diberikan. Penulis juga cukup baik dalam merangkai sebuah cerita, sehingga cerita dari novel ini tidak menimbulkan kebingungan.
Dalam melakukan percakapan, penulis menggunakan sebutan “gue-lo” meski mulanya cukup aneh karena biasanya novel yang saya baca banyak memakai sebutan “aku- kamu”. Contohnya novel
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye.
Tetapi mungkin penulis juga menyesuaikan dengan sasaran yang diinginkan penulis sehingga sebutan tersebut digunakan oleh penulis. Dalam novel ini, penulis memberikan nilai-nilai norma kesopanan, seperti membaca salam, mencium tangan ketika akan berangkat sekolah. Gaya penulisannya pun tidak baku sehingga memudahkan pembaca untuk berimajinasi.
Kelemahan dari buku ini, tata letak tulisan tidak terlalu enak dilihat, entah memang ketentuan dari penerbit atau memang suatu kesalahan dalam mencetak, banyak sekali kata yang tidak dipisah sepeti “takada”, “taklama”, “takingin”, “takakan”, dan masih banyak lagi.
Seharusnya kata tersebut dipisah namun dalam novel ini hampir semua kata disatukan. Selain itu ada kata typo yaitu ketika Meysha dan Kinar pergi ke suatu tempat wisata namun yang ditulis justru Kinar dan Chika.
Seharusnya penulis maupun tim bisa mencermati kembali kalimat yang digunakan. Jika dibaca dari kata-katanya sikap Kinar terlalu cepat berubah dan membuat saya agak bingung dengan sikap yang dimiliki Kinar. Sedangkan dalam novel Tere Liye, lebih luwes dalam memberikan sikap dan sifat untuk tokoh novelnya.
(ded/ded)