Jakarta, CNN Indonesia -- Pajak merupakan bahan bakar untuk pembangunan. Pembangunan sebagian besar dibiayai dengan pajak. Namun target pajak semakin sulit dicapai. Oleh karenanya pemerintah dirasa perlu untuk memperluas basis dan jenis pajaknya. Salah satu jenis pajak baru yang dipertimbangkan adalah menerapkan pajak atas nilai tanah atau Land Value Tax (LVT).
LVT merupakan salah satu alternatif pajak tanah selain Pajak Bumi Bangunan (PBB). Namun lebih menitikberatkan kepada nilai tanah, bukan bangunan yang ada di atasnya. Melalui skema LVT, pemilik tanah yang lahannya digunakan untuk kegiatan ekonomi atau dibiarkan menganggur, harus membayar pajak tanah.
Bagi pemilik tanah nganggur beban akan lebih berat karena tidak ada tambahan penghasilan dari memanfaatkan tanah. Melalui LVT, diharapkan pemanfaatan tanah secara produktif bisa meningkat. Sebab bila tanah dianggurkan begitu saja, pemilik tanah tidak mendapatkan penghasilan dari manfaat tanah yang dikenakan pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
LVT telah diterapkan di banyak negara karena berbagai keunggulan yang dimiliki dibanding pajak terkait tanah lainnya. Denmark, Australia, Hongkong, Singapura merupakan beberapa negara yang telah menerapkan LVT. Beberapa keunggulan LVT antara lain LVT lebih bersifat netral karena tidak mengakibatkan distorsi terhadap ekonomi dan mendorong peningkatan produktivitas ekonomi. LVT juga lebih mudah diadministrasikan. Oleh karena itu, penerimaan pajaknya lebih terjamin.
Penerapan LVT, selain menaikkan penerimaan pajak, diharapkan dapat menimbulkan efek multiplier positif lainnya. Pertama, menekan spekulan tanah. Para spekuan akan berpikir dua kali untuk “menyimpan” tanah, oleh karenanya diharapkan inflasi harga tanah dapat lebih ditekan.
Kedua, mendorong penggunaan tanah untuk kegiatan produktif. Dengan tanah yang menganggur dianggap memberikan beban progresif tentu pemilik tanah berupaya memanfaatkan tanah tersebut. Pemanfaatan tanah dengan produktif diharapkan mampu menggerakkan perekonomian.
Ketiga, adalah mengurangi resiko penghindaran pajak. Tanah merupakan aset yang bernilai tinggi, tidak dapat dipindahkan dan kepemilikan mudah untuk diidentifikasi.
Di samping berbagai keunggulan tersebut penerapan LVT di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala. Pertama, masih kurang tertibnya administrasi agraria di Indonesia. Masih banyak tanah yang belum bersertifikat ataupun dalam sengketa karena sertifikat ganda.
Kedua, belum adanya peraturan yang mengatur secara jelas mengenai pajak jenis ini dan berpotensi dianggap pajak berganda dan tumpang tindih dengan PBB. Ketiga, susahnya mengukur nilai tanah. Belum ada basis data nilai tanah yang andal untuk digunakan sebagai dasar pemajakan membuat nilai tanah. Selain itu penggunaan tenaga ahli, seperti jasa penilai, berpotensi menyebabkan dispute karena taksiran nilai yang dapat berbeda antara tiap-tiap appraisal yang melakukan penilaian.
(ded/ded)