Jakarta, CNN Indonesia -- Bullying alias perundungan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh satu atau sekelompok orang dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang bersifat negatif secara berulang kali yang tujuannya adalah menyakiti, merendahkan, atau menjatuhkan harga diri orang lain. Bullying ini terjadi karena ada kesengajaan power/kekuatan antara pelaku dan korban.
Bentuk yang paling umum dari penindasan/bullying adalah pelecehan verbal, dalam bentuk menghina, membentak, dan menggunakan kata-kata yang kasar. Jika tidak diperhatikan, bentuk penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi teror fisik, seperti menedang, memukul, mendorong, dan lain sebagainya yang merugikan.
Di zaman yang serba teknologi ini bullying dapat ditemui di media sosial, yang disebut cyberbullying. Cyberbullying adalah saat di mana seseorang dihina, bahkan diteror di media sosial, melalui SMS, email, ataupun telepon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya seseorang dapat menjadi pelaku bullying pada usia muda atau masih duduk di bangku sekolah. Dengan cara melakukan teror pada orang lain, baik itu secara fisik atau psikologis yang dapat berdampak buruk bagi korbannya. Seseorang mengganggu karena berbagai alasan, biasanya karena kurangnya perhatian dari orang tua mereka pada saat di rumah, atau karena mereka merasa penting dan merasa memegang kendali atau berkuasa.
Para pelaku bullying mendapatkan kepuasan dari menindas orang, ia merasa lebih kuat, lebih berkuasa, karena ada orang yang takut pada dirinya. Bisa jadi ia berpikiran, ia akan mendapat popularitas disekolah karena ditakuti oleh siswa lainnya. Padahal sesungguhnya para pembully ini akan dibenci oleh orang-orang yang tidak setuju dengan tindakannya.
Angelia (nama disamarkan) menceritakan pengalamannya saat duduk di bangku SMA, saat itu ia merupakan siswa pindahan dari Jakarta, dan masuk di salah satu sekolah swasta terbaik di Bogor.
Ia menuturkan perasaannya saat mendapatkan pengalaman buruk. "Saat itu aku diterima di sebuah kelompok pertemanan dengan 5 orang di dalamnya termasuk aku. Aku belum mengenal mereka satu persatu secara pribadi, saat kami berteman aku merasa bahwa aku tidak diperlakukan dengan baik oleh salah satu dari mereka, yaitu si S," tutur Angelia.
Angelia menjelaskan hal yang paling ia tidak dapat terima adalah saat ia disiram secara sengaja oleh dua di antara yang lain. Dan saat itu teman lainnya melihat, tetapi tidak melakukan hal apapun untuk melerai, mereka tidak tersenyum hanya melihat dengan sinis dan takut.
Angelia menceritakan perlakuan kasar yang ia terima, mulai dari menjadi pesuruh, dihina, dipermalukan di depan umum, dan lain sebagainya. "Saat itu aku tidak melawan, karena aku berpikir mungkin memang anak-anak di sini seperti itu sifat dan perilakunya" tuturnya.
Angelia tidak pernah menceritakan kepada guru atau keluarganya, karena menurutnya hal itu akan lebih mempersulitnya, jika ia mengadu kepada orang lain. Di sisi lain ia juga tidak ingin membuat orangtuanya khawatir dengan keadaannya.
Sampai tahun terakhir ia bersekolah di SMA tersebut, Angelia memutuskan untuk memberontak. Ia tidak ingin diperlakukan tidak wajar oleh Ms. S ini. Dia menjauh si pelaku, tidak berbicara padanya, dan bahkan tidak akan menjadi pesuruhnya lagi. Di satu sisi ternyata selama ini 2 teman Angelia merasa tidak nyaman juga berteman dengan Ms. S.
Mereka pun memulai pertemanan baru kembali dengan hanya ber-3. Karena 2 temannya memihak pada Angelia, Ms. S merasa bahwa 2 temannya ini direbut oleh Angelia. Walau begitu Angelia tidak memedulikannya, yang penting baginya adalah ia tidak akan diperlakukan tidak adil lagi, dan setidaknya ia bisa mengakhiri masa SMA dengan lebih tenang.
"Aku sudah lebih baik, walau aku merasa aku takut dengan pemikiran orang terhadapku. Dan setidaknya walau terkadang lebih banyak menghabiskan waktu sendiri aku merasa itu hal yang lebih baik. Namun, aku bersyukur memiliki teman yang dapat memahamiku. Semoga orang lain yang memiliki pengalaman menjadi korban bullying sepertiku, dapat lebih kuat dan pasti akan ada saat nya mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan yang di inginkan" tutupnya dengan tersenyum.
Sekarang Angelia sudah melanjutkan sekolahnya di sebuah Sekolah Tinggi Komunikasi terbaik di Jakarta. Walaupun masih merasa takut dengan orang lain, ia mencoba untuk berteman dengan siapa saja, namun tetap menjaga jarak. Ia masih trauma dengan perlakuan orang lain terhadapnya, tetapi ia berusaha untuk tetap tegar agar ia dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik.
(ded/ded)