Jakarta, CNN Indonesia --
Kerajaan Mataram yang pernah ada di Nusantara dikenal ada dua, yakni Mataram Kuno dan Mataram Islam. Meski menyandang nama yang serupa, namun kedua kerajaan ini berbeda dari periode berdiri dan segi sistem kepercayaan yang dianut.
Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berdiri pada abad ke-8 dengan pusat pemerintahan di Jawa Tengah.
Sementara Mataram Islam merupakan kerajaan bercorak Islam yang eksis pada abad ke-16. Karena bercorak Islam, maka Mataram Islam disebut sebagai kesultanan. Kesultanan Mataram Islam pernah mempersatukan Jawa dan Madura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut sejarah singkat Kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Islam serta mengulas perbedaan keduanya.
Kerajaan Mataram Kuno
 Prambanan dan Borobudur dibangun di masa Kerajaan Mataram Kuno pada abad 8 dan 9. (Foto: Kemenparekraf) |
Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad ke-8 dan diyakini pusat pemerintahan kala itu berada di Bhumi Mataram atau yang disebut Yogyakarta saat ini.
Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram.
Kerajaan Mataram Kuno pernah dikuasai oleh tiga dinasti. Ketiga dinasti tersebut adalah Dinasti Sanjaya, Dinasti Syailendra, dan Dinasti Isyana.
Dinasti Sanjaya merupakan dinasti dengan mayoritas pemeluk Hindu aliran Siwa, sedangkan Dinasti Syailendra mayoritas pemeluk Buddha.
Dinasti Isyana merupakan aliran kepercayaan yang diciptakan oleh Mpu Sindok. Karena perbedaan dinasti tersebut, pusat pemerintahan Mataram Kuno sempat berpindah. Pada era Sanjaya dan Syailendra pusat pemerintahan berada di Jawa Tengah.
Sementara pada Dinasti Isyana pusat pemerintahan pindah ke Jawa Timur. Terdapat teori tentang perpindahan ibu kota dan pusat pemerintahan Mataram Kuno.
Di antaranya perebutan kekuasaan antaranggota kerajaan hingga ancaman bencana alam dari Gunung Merapi. Ditambah lagi tidak adanya pelabuhan yang menyulitkan Kerajaan Mataram Kuno bekerja sama dengan kerajaan lain.
Perpindahan ibu kota terjadi setelah Mpu Sindok naik takhta usai wafatnya Raja Dyah Wawa tahun 924 M. Sayangnya kejayaan Mataram Kuno era Dinasti Isyana tidak berlangsung lama dan sedikit meninggalkan warisan sejarah.
Masa Kejayaan dan Peninggalan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno mengalami masa jaya pada era Dinasti Sanjaya dan Syailendra. Pada kedua era tersebut bidang budaya, kesenian, tatanan sosial, serta ilmu pengetahuan berkembang pesat.
Pada era Dinasti Syailendra bahkan konon katanya memiliki kekuatan tempur kerajaan sangat kuat sampai-sampai wilayah kekuasaannya mencapai Semenanjung Malaka. Disebut juga berhasil mengalahkan kerajaan di Chenla (Kamboja saat ini)
Selain kuat secara militer, dinasti Syailendra juga unggul dalam ilmu pengetahuan sehingga banyak meninggalkan warisan sejarah penting. Dua dari sekian banyak candi dan prasasti yang paling tersohor adalah pembangunan Candi Borobudur dan Prambanan.
Pada dinasti Syailendra juga menjunjung toleransi beragama yang sangat baik. Hal tersebut terlihat dari perkawinan antara pemeluk agama Hindu dan Budha.
Dinasti Sanjaya dan Syailendra mengawinkan Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani. Pada masa keduanyalah Prambanan dan Borobudur dibangun.
Sejarah Singkat Kesultanan Mataram Islam
 Agama Islam diperkenalkan dan berkembang pesat pada masa Kesultanan Mataram Islam (Foto Masjid Agung Surakarta: ANTARA FOTO/Maulana Surya) |
Kesultanan Mataram Islam salah satu kerajaan bercorak Islam yang terbesar di Nusantara khususnya di Pulau Jawa. Kala itu, pusat pemerintahan Kesultanan Mataram Islam berada di Kutagede, Yogyakarta.
Pada mulanya, Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang memberikan sebidang tanah kepada Ki Ageng Pemanahan atau yang dikenal dengan Jaka Tingkir.
Pemberian sebidang tanah oleh Sultan Hadiwijaya sebagai balas jasa atas bantuan Jaka Tingkir melawan Arya Penangsang dari Kerajaan Jipang saat berusaha menaklukan Kesultanan Pajang. Namun di kemudian hari, anak dari Jaka Tingkir malah merebut kekuasaan Kesultanan Pajang.
Masa awal berdirinya Kesultanan Mataram Islam ditandai dengan perebutan wilayah Pajang oleh Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senapati.
Berhasil direbutnya Pajang membuat Kerajaan Mataram menjadi salah satu Kesultanan Islam yang berkembang pesat di tanah Jawa.
Wilayah Pajang merupakan wilayah dari Kesultanan Pajang yang masuk dalam kekuasaan Kesultanan Demak yang merupakan Kesultanan Islam pertama di Pulau Jawa dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
Sebagai penguasa Pajang, Sutawijaya melakukan berbagai cara untuk menjadikan wilayah Kesultanan Mataram sebagai pusat agama Islam.
Salah satu langkah yang dilakukan Kesultanan Mataram Islam memperkenalkan Islam adalah menerjemahkan naskah Arab dan Alquran ke Bahasa Jawa. Terjemahan tersebut disebarkan melalui pesantren di wilayah Kesultanan Mataram Islam.
Selain pesantren, Kesultanan Mataram Islam banyak membangun rumah ibadah sebagai media memperkenalkan dan menjadikan rumah ibadah sebagai pusat penyiaran agama Islam ke masyarakat.
Masa Kejayaan dan Peninggalan Kesultanan Mataram Islam
Kejayaan Mataram Islam dimulai saat masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma atau yang dikenal dengan nama asli Raden Mas Rangsang.
Sultan Agung memerintah Mataram Islam pada 1613 hingga 1645. Di bawah pemerintahannya, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah di Tanah Jawa.
Cakupan wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Segala aspek sosial, budaya, ekonomi, seni, hukum, dan militer berkembang baik dan pesat.
Sultan Agung juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan bekerja sama dengan Kesultanan Banten dan Cirebon. Namun sayang masa kejayaannya sirna, saat Sultan Agung kalah perang merebut Batavia.
Sultan Agung saat itu berniat menendang Belanda dari seluruh wilayah di Pulau Jawa. Sepeninggal Sultan Agung, Amangkurat I yang merupakan anak dari Sultan Agung naik takhta.
Semasa jaya Kerajaan Mataran Islam banyak meninggalkan barang, situs, dan seni bersejarah yang masih dapat dijumpai sampai hari ini. Peninggalan tersebut berupa karya sastra Ghending, penerapan tahun saka (kalender Jawa), kerajinan perak.
Kemudian Masjid Agung Negara, Masjid Jami Pakuncen, Gapura Makam Kota Gede, Pasar Legi Kotagede, Masjid Gedhe Mataram, makam-makam raja Mataram, dan Masjid Agung Surakarta di Solo.