Rangkuman Sejarah Konfrontasi Indonesia Malaysia pada 1963-1966
Sejarah konfrontasi Indonesia Malaysia dimulai pada 1963 atas terbentuknya Federasi Malaysia. Konflik ini berjalan selama tiga tahun dan berakhir dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebagai negara tetangga, Indonesia dan Malaysia memiliki hubungan yang baik. Namun, beberapa tahun sejak kemerdekaan Malaysia, kedua negara ini sempat memiliki hubungan yang renggang.
Kerenggangan ini awalnya hanya berbentuk rusaknya hubungan politik, ekonomi, dan sosial. Namun, lama kelamaan mengalami eskalasi konflik dan berubah menjadi serangan bersenjata, serangan bom, dan tindakan subversi hingga destabilisasi wilayah.
Apa yang menyebabkan konflik negara tetangga ini berubah menjadi konflik berbahaya? Berikut awal mula sejarahnya.
Awal mula Konfrontasi Indonesia Malaysia
Dilansir dari Ensiklopedia Sejarah Indonesia Kemdikbud, sejarah konfrontasi Indonesia Malaysia diawali oleh pernyataan Tengku Abdul Rahman tentang keinginannya membentuk Federasi Malaysia yang terdiri dari Malaysia, Singapura, Brunei, Serawak, dan Sabah.
Pernyataan ini langsung ditolak oleh Presiden Sukarno yang menganggap keberadaan federasi merupakan ulah Inggris yang ingin membuat negara boneka neo-kolonialisme yang bisa membahayakan Indonesia.
Keberadaan Federasi Malaysia pun dilihat oleh Sukarno sebagai upaya untuk memperkuat dominasi Inggris di wilayah Asia Tenggara.
Rencana pembentukan Federasi Malaysia juga mendapat tentangan dari Filipina. Filipina menentang karena memiliki keinginan atas wilayah Sabah di Kalimantan Utara. Filipina menganggap bahwa daerah tersebut secara historis memiliki hubungan dengan Kesultanan Sulu.
Berbagai upaya diplomasi dilakukan oleh Indonesia untuk menolak keberadaan Federasi Malaysia.
Sayangnya upaya tersebut tidak membuahkan hasil hingga pada akhirnya pada 20 Januari 1963, Sukarno dan Soebandrio menyatakan kebijakan konfrontasi pada pembentukan Federasi Malaysia.
Untuk meredakan ketegangan, diadakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Phillipines, Indonesia) di Filipina pada 31 Juli-5 Agustus 1963.
Hasil pertemuan puncak itu memberikan kesan bahwa ketiga kepala pemerintahan berusaha mengadakan penyelesaian secara damai mengenai rencana pembentukan Federasi Malaysia yang jadi sumber sengketa.
Dikutip dari Modul Sejarah Indonesia SMA/MA (2018) terbitan Kemdikbud, Konferensi Maphilindo menghasilkan tiga dokumen penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila, dan Komunike Bersama.
Inti pokok dari tiga dokumen tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.
Selanjutnya, ketiga kepala negara meminta Sekjen PBB melakukan penyelidikan untuk mengetahui keinginan rakyat di daerah-daerah seperti Sabah dan Serawak yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia.
Deklarasi Federasi Malaysia
Namun sebelum PBB menyelesaikan tugasnya, Federasi Malaysia diproklamasikan pada 16 September 1963.
Oleh karena itu, pemerintah RI menganggap proklamasi tersebut sebagai pelecehan atas martabat PBB dan pelanggaran Komunike Bersama Manila.
Indonesia yang tidak terima dengan tindakan sepihak tersebut, melakukan aksi penentangan, seperti pemutusan hubungan diplomatik dan pemutusan hubungan perekonomian pada Malaysia.
Di sektor militer, Indonesia pun mulai menempatkan pasukan militer di kawasan perbatasan.
Deklarasi 'Ganyang Malaysia' kemudian diserukan oleh Sukarno pada 1963 sebagai bentuk melawan pembentukan Federasi Malaysia. Ia juga mulai memobilisasi rakyat dan militer untuk menghadapinya.
Secara umum, konflik Indonesia dan Malaysia disebut sebagai undeclared war karena tidak adanya pernyataan perang.
Malaysia yang berkoalisi dengan Inggris kemudian mengerahkan pasukan sekutu (Inggris, Malaysia, Australia, dan Selandia Baru) untuk melawan Indonesia.
Pertempuran kecil mulai bermunculan di perbatasan Kalimantan yang menghasilkan korban tewas sekitar 590 jiwa untuk pihak Indonesia dan 114 jiwa dari pihak Inggris, Australia, dan Selandia Baru.
Di tengah konfrontasi, beberapa negara mencoba untuk mendamaikan pihak yang bersengketa. Negara-negara tersebut di antaranya adalah Amerika Serikat, Thailand, dan Jepang.
Upaya perdamaian, seperti perundingan yang mempertemukan Sukarno, Tengku Abdul Rahman, dan Diosdado Macapagal di Tokyo pada 1964, tidak membuahkan hasil yang baik dan mengalami kegagalan.
Di saat yang sama, Indonesia menuding PBB tidak berupaya untuk mendamaikan konflik. Bahkan, PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap pada tanggal 7 Januari 1965.
Kekecewaan ini membuat Indonesia mengundurkan diri dari PBB. Situasi ini pun membuat kebijakan politik luar negeri Indonesia berubah total.
Penyelesaian konflik Indonesia Malaysia
Konflik mulai meredam pada akhir 1965, yakni setelah berlangsungnya G30SPKI. Soeharto yang memiliki kewenangan di bidang keamanan dan ketertiban Indonesia memilih untuk fokus pada urusan dalam negeri.
Hilangnya fokus perhatian pada konflik luar negeri membuat berkurangnya keinginan untuk meneruskan perlawanan pada Malaysia. Situasi ini kemudian digunakan untuk meningkatkan upaya perdamaian antara kedua belah pihak.
Konflik akhirnya berakhir pada 28 Mei 1966 di Konferensi Bangkok yang menyatakan penyelesaian konflik antara Kerajaan Malaysia dan pemerintahan Indonesia.
Perdamaian pun dikukuhkan dengan perjanjian perdamaian antara Indonesia dan Malaysia pada 11 Agustus 1966.
Demikian latar belakang dan sejarah konfrontasi Indonesia Malaysia. Semoga bermanfaat.
(sac/fef)