Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 2025.
Salah satu perubahan dalam kebijakan ini adalah jalur penerimaan murid baru, dari yang semula zonasi diubah menjadi domisili. Lantas, apa beda domisili SPMB dan zonasi PPDB berdasarkan ketentuan terbaru ini? Berikut penjelasannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, jalur pendaftaran murid baru PPDB meliputi zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali; dan/atau prestasi.
Pada jalur PPDB zonasi, ketentuan ini mengacu pada jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah sebagai episentrum wilayah zonasi.
Selain itu, dalam ketentuan jalur zonasi, jumlah siswa yang bisa diterima diatur oleh pemerintah daerah setempat.
Penetapan jarak radius antara rumah dan sekolah bervariasi di setiap daerah dan tidak dapat dipastikan karena mengikuti kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing.
Ketentuan persentase daya tampung dari jalur zonasi PPDB sebagai berikut, merujuk dari Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nomor 47/M/2023.
Jalur zonasi SD paling sedikit 70 persen dari daya tampung sekolah.
Jalur zonasi SMP paling sedikit 50 persen dari daya tampung sekolah.
Jalur zonasi SMA paling sedikit 50 persen dari daya tampung sekolah.
Dalam peraturan terbaru Kemendikdasmen, jalur penerimaan murid baru dari sebelumnya menggunakan istilah jalur zonasi, kini diubah menjadi domisili.
Jalur domisili diperuntukkan bagi calon murid yang berdomisili di dalam wilayah administratif yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
"Dengan prinsip mendekatkan domisili murid dengan satuan pendidikan," ujar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Abdul Mu'ti.
Dengan aturan ini, diharapkan calon murid baru mendapatkan layanan pendidikan yang dekat dengan domisili.
Sementara itu, Staf Ahli Regulasi dan Hubungan Antarlembaga Kemendikdasmen Biyanto menerangkan bahwa sistem domisili harus mempertimbangkan kedekatan rumah calon murid dengan sekolah.
"Misalnya Surabaya-Sidoarjo, itu yang lebih dipertimbangkan bukan perbedaan wilayahnya. Tetapi kedekatan tempat tinggalnya," kata Biyanto kepada CNNIndonesia.com saat sela kegiatan di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (22/1).
Biyanto menjelaskan penerapan sistem domisili juga untuk mengatasi upaya kecurangan dengan memindahkan kartu keluarga (KK) untuk mendaftarkan calon murid ke sekolah. Ia menegaskan calon murid yang mendaftar akan dipertimbangkan berdasarkan kedekatan jarak rumah dan sekolah.
"Memang selama ini temuannya [dari sistem PPDB Zonasi] kan misalnya manipulasi tempat tinggal ya. Tiba-tiba ada masuk KK yang baru misalnya. Nah itu kita antisipasi juga," ujar Biyanto.
Sementara itu, jumlah kuota untuk jalur domisili SPMB juga memiliki perbedaan dari sistem zonasi PPDB sebelumnya.
Kuota jalur domisili tetap minimal 70 persen karena sebaran SD Negeri di Indonesia sudah merata.
Jalur domisili adalah jalur berdasarkan kedekatan tempat tinggal murid dengan sekolah. Kuota sementara untuk usulan di SPMB 2025 minimal 40 persen.
Penerimaan murid baru jenjang SMA akan dilakukan lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi. Usulan besaran kuota jalur penerimaan SPMB 2025 jenjang SMA diusulkan mengalami perubahan jadi 30 persen.
Saat ini Kemendikdasmen masih terus berkolaborasi dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, termasuk Kementerian Dalam Negeri. Sebab, pelaksanaan SPMB akan melibatkan pemerintah daerah.
Demikian penjelasan mengenai apa beda domisili SPMB dan zonasi PPDB.
(avd/fef)