Beda Hitungan Hisab dan Rukyat, Metode Penentuan Awal Bulan Hijriah

CNN Indonesia
Senin, 24 Feb 2025 19:10 WIB
Hisab dan rukyat adalah metode untuk menentukan awal bulan Hijriah serta terkait dengan ibadah dalam Islam. Lantas, apa beda hitungan hisab dan rukyat? (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hisab dan rukyat adalah dua metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriah. Keduanya memiliki pendekatan dan metode penghitungan yang berbeda dalam menentukan posisi bulan.

Lantas, apa beda hitungan hisab dan rukyat?

Sederhananya, hisab adalah metode perhitungan astronomi yang menentukan posisi bulan berdasarkan data matematis. Sementara metode rukyat dilakukan dengan cara mengamati langsung hilal atau bulan sabit muda di langit.


Perbedaan metode hisab dan rukyat

Hisab dan rukyat digunakan dalam menentukan bulan baru dalam tahun kamariah, utamanya terhadap bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah.

Untuk memahaminya, berikut penjelasan mengenai beda metode hisab dan rukyatul hilal.

1. Metode hisab (perhitungan)

Dikutip dari buku Pedoman Hisab Muhammadiyah Cetakan Kedua (2009), kata "hisab" berasal dari bahasa Arab yaitu "al hisab" yang artinya adalah perhitungan atau pemeriksaan. Sementara dalam bidang fikih, istilah ini berkaitan dengan penentuan waktu-waktu ibadah.

Hisab menggunakan hitungan numerik-matematik untuk menetapkan awal bulan Hijriyah tanpa verifikasi faktual atau rukyat hilal.

Dengan hisab, umat Islam dapat menghitung posisi-posisi geometris benda-benda langit untuk menentukan penjadwalan waktu di muka bumi, termasuk untuk menentukan bulan kamariah yang terkait dengan ibadah.

Singkatnya, hisab digunakan sebagai metode perhitungan waktu dan arah tempat dalam berbagai ibadah, seperti penetapan jadwal salat, waktu dimulainya puasa Ramadan, Idul Fitri, pelaksanaan haji, dan lainnya.

Landasan penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan Hijriah dapat ditemukan dalam Al Quran, salah satunya di Surat Ar Rahman ayat 5:

اَلشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍۙ

Artinya: Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.

Lalu, ada pula Surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

Artinya: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

Oleh sebab itu, hingga saat ini metode hisab masih digunakan oleh Muhammadiyah untuk menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah. Hisab yang digunakan adalah hisab hakiki wujudul hilal dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Telah terpenuhinya ijtimak (konjungsi)
  2. Ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam
  3. Pada saat terbenamnya matahari, bulan berada di atas ufuk.

Apabila tiga kriteria itu terpenuhi, maka hari tersebut dianggap telah sah masuk dalam awal bulan Hijriyah.


2. Metode rukyat (pengamatan)

Sementara rukyat merupakan metode penentuan awal bulan Hijriah dengan cara mengamati hilal, yaitu bulan sabit tipis yang pertama kali tampak setelah terjadi ijtimak (konjungsi). Hal inilah yang bisa menyebabkan terjadinya beda hitungan hisab dan rukyat.

Pengamatan hilal bisa dilakukan dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu optik. Apabila hilal terlihat maka malam itu menandai awal bulan baru. Namun, visibilitas hilal ini akan dipengaruhi oleh jarak sudut antara bulan dan matahari.

Berdasarkan kriteria Danjon, hilal baru bisa terlihat dengan mata telanjang jika jaraknya minimal 7 derajat. Karena faktor cuaca dan keterbatasan pengamatan, sering kali alat optik seperti teleskop digunakan untuk meningkatkan akurasi.

Di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) menjadikan metode ini sebagai pedoman utama yang terbagi menjadi tiga cara, yaitu:

  1. Kasatmata telanjang (bil fi'li): Hilal dapat terlihat langsung tanpa bantuan alat.
  2. Kasatmata teleskop: Hilal hanya bisa diamati dengan bantuan teleskop.
  3. Kasat-citra: Hilal terdeteksi melalui sensor atau kamera yang terhubung dengan alat optik.

Namun, NU tidak sepenuhnya mengabaikan metode hisab. Metode hisab tetap digunakan sebagai alat bantu untuk memperkirakan waktu terbaik dalam melaksanakan rukyat. Dengan demikian, keduanya dapat saling melengkapi.

Demikian penjelasan mengenai beda hitungan hisab dan rukyat sebagai metode penentuan awal bulan Hijriah. Semoga bermanfaat.

(han/fef)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK