Perhiasan merupakan benda yang digunakan untuk mempercantik diri. Perhiasan bisa berupa kalung, cincin, gelang, liontin, atau mahkota.
Perhiasan biasanya terbuat dari emas dan perak, tapi bisa juga mengandung logam lain. Lantas, apakah emas perhiasan harus dizakati?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Islam, zakat emas wajib dikeluarkan jika jumlahnya mencapai 85 gram emas murni, telah dimiliki selama satu tahun, dan tidak dipakai untuk kebutuhan sehari-hari secara wajar, dengan kadar zakat sebesar 2,5% dari total emas tersebut.
Dikarenakan unsur yang paling sering digunakan adalah emas dan perak, muncul pertanyaan mengenai hukum zakat perhiasan.
Apakah emas perhiasan harus dizakati? Dikutip dari laman NU Online, hukum zakat emas perhiasan bergantung pada statusnya. Apabila untuk disimpan (idkhar) atau tidak dipakai, maka hukumnya wajib zakat.
Dalil umum terdapat dalam Al Quran surat At-Taubah ayat 34-35 tentang ancaman bagi mereka yang menyimpan emas dan perak tanpa menunaikan zakatnya, dengan gambaran siksa yang pedih di akhirat.
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari di panaskan emas perak itu dalam neraka jahannam , lalu di bakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS At Taubah: 34-35)
Hadis riwayat Muslim juga menyebutkan bahwa pemilik emas atau perak yang tidak menunaikan zakat akan mendapat azab serupa pada hari kiamat, dengan logam panas yang membakar tubuhnya berulang kali.
"Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: 'Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka." (HR Muslim No. 987)
Namun, kedua dalil tersebut masih bersifat umum dan tidak secara spesifik membahas perhiasan, karena tidak semua perhiasan terbuat dari emas atau perak murni sehingga diperlukan penjelasan dalil terapan untuk menentukan hukum zakat perhiasan secara lebih rinci.
Lihat Juga : |
Para ulama membagi ketentuan zakat perhiasan berdasarkan tiga konteks, yakni:
Dikutip dari laman Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), jika emas telah dimiliki selama satu tahun (haul) dan mencapai nisab 85 gram, maka wajib dizakati sebesar 2,5% dari total nilai emas.
Berikut rumusnya:
Zakat Emas = 2,5% × (Harga emas per gram × Jumlah gram emas)
Contoh 1:
Pak Adi memiliki emas 120 gram selama satu tahun. Harga emas saat itu Rp1 juta/gram.
Zakat = 2,5% × (120 × Rp1 juta)
Zakat = 2,5% × Rp120 juta
Zakat = Rp3 juta
Jadi, Pak Adi wajib membayar zakat emas sebesar Rp3 juta.
Contoh 2:
Ibu Siti memiliki emas sebanyak 90 gram yang telah disimpan selama satu tahun. Harga emas saat ini Rp1 juta/gram.
Zakat = 2,5% × (90 × Rp1 juta)
Zakat = 2,5% × Rp90 juta
Zakat = Rp2.250.000
Jadi, Ibu Siti wajib membayar zakat emas sebesar Rp2.250.000.
Demikian jawaban dari pertanyaan apakah emas perhiasan harus dizakati. Zakat perhiasan diwajibkan jika perhiasan tersebut disimpan.
Apabila perhiasan dipakai sehari-hari, maka tidak perlu dizakatkan berdasarkan pendapat kebanyakan ulama. Kadar zakat perhiasan sendiri adalah 2,5% jika telah mencapai nisab (85 gram emas murni) dan haul (1 tahun). Semoga bermanfaat.
(sac/juh)