PROYEK PEMBANGKIT LISTRIK

PLN Harus Selektif Pilih Mitra di Pembangkit

CNN Indonesia
Jumat, 07 Nov 2014 17:27 WIB
Berkaca pada fast track program 10 ribu Megawatt, banyak pembangkit yang tidak selesai karena perusahaan listrik swasta tidak serius menjalankan kewajibannya.
Pengunjung melihat maket pembangkit listrik pada Pameran Kelistrikan Indonesia 2014 di Balai Sidang Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Molornya proyek pembangkit listrik tahap I alias fast track program I (FTP) menjadi preseden buruk bagi infrastruktur ketenagalistrikan Indonesia. Bagaimana tidak, program yang seharusnya selesai di 2014, ternyata baru terealisasi sekitar 73 persen sampai saat ini.

Padahal proyek dengan target kapasitas listrik terpasang sebesar 9.975 Megawatt (MW) tersebut sudah dimulai sejak 2006 silam atau sudah dikerjakan hampir 8 tahun. Lantas, faktor apa yang menyebabkan proyek tersebut tidak selesai tepat pada waktunya?

Pengamat Ketenagalistrikan Fabby Tumiwa mengatakan selain problematika tumpang tindih izin dan pembebasan lahan, molornya FTP I juga karena tidak seriusnya perusahaan listrik swasta atau independent power producer (IPP) dalam mendanai pembangkit sesuai kesepakatan awal. Ini tercermin dari hanya sekitar 25 persen IPP yang telah menuntaskan kesungguhan proyek sesuai dengan ketentuan tender yang dimenangkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain pendanaan, Fabby mengatakan hal yang menghambat laju FTP I akibat buruknya kualitas teknologi pembangkit bertenaga batubara yang diperoleh dari Tiongkok. Berdasarkan catatan banyak proyek PLTU di Indonesia digarap oleh perusahaan IPP nasional bekerjasama dengan perusahaan Tiongkok seperti Huadian Power, China Machinery Engineering Corporation, dan China Senhua.

Teknologi pembangkit bertenaga batubara banyak dikembangkan disana karena negeri tirai bambu memiliki cadangan batubara yang banyak sehingga pembangkit listrik yang mereka produksi difokuskan pada energi batubara. Sayangnya tidak semua perusahaan Tiongkok memiliki standar kualitas produksi yang tinggi untuk membuat pembangkit.

"Saya pernah ingatkan ini sejak Pak Jusuf Kalla jadi Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dulu. Jadi jangan heran kalau banyak proyek di FTP I rusak dan mangkrak karena kualitas teknologinya juga tidak bagus," ujar Fabby.

Meskipun dinilai kurang ideal, Pemerintah tetap saja meneruskan kerjasama dengan perusahaan Tiongkok. Dengan didasari upaya mencegah terjadinya krisis listrik pada 2019, Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kemudian berencana membangun pembangkit dengan kapasitas 35 ribu MW selama lima tahun ke depan.

Rencana ini kian menjadi tatkala pada Kamis (6/11), Menteri Energi dan sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan ada investor listrik yang tertarik membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 5 ribu MW di daerah Cilacap.

Rencana tersebut kemudian menjadi pembicaraan hangat di kalangan pengamat ketenagalistrikan. Pasalnya dengan dibangunnya PLTU Cilacap 5 ribu MW akan memecahkan rekor megaproyek PLTU Batang dengan kapasitas 2x1.000 MW yang hingga kini masih mangkrak karena terkendala pembebasan lahan.

Fabby mensinyalir, rencana pembangunan pembangkit di Cilacap merupakan hasil pembicaraan antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan China International Fund (CIF) yang saat itu disaksikan Menteri BUMN, Menteri Perhubungan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT PLN (Persero) di kantor Kementerian BUMN, Senin (3/11) pagi. Hal ini semakin menguat lantaran selepas acara para Menteri dan jajaran Direksi BUMN enggan berbagi info mengenai hasil pertemuannya kepada awak Media.

"Saya pikir megaproyek Cilacap juga dibahas disana," kata Fabby.

Ketika dikonfirmasi perihal kesepakatan yang sudah dibuat dengan Tiongkok, Direktur Utama PLN Nur Pamudji juga enggan menanggapi. "Wassalamualaikum Wr. Wb," tulis Nur Pamudji dalam pesan singkatnya kepada CNN Indonesia. Sementara Murtaqi Syamsuddin, Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PLN sama sekali tidak memberikan response ketika dihubungi.

Tumiran, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) meminta pemerintah lebih selektif dalam memilih IPP. Sehingga megaproyek PLTU Cilacap dan pembangkit-pembangkit lain yang akan dibangun dalam proyek 35 ribu MW bisa berjalan mulus tak seperti proyek FTP I dan II.

"Saya sih tidak mempermasalahkan apa itu Tiongkok, Jepang atau perusahaan mana yang bangun PLTU Cilacap. Cuma yang pasti teknologinya harus proven dan hitung-hitungannya sesuai dengan keekonomian. Kalau tidak, negara juga yang nanti dirugikan," ujar Tumiran.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER