Jakarta, CNN Indonesia -- Jelang diberlakukannya kesepakatan ASEAN Open Sky tahun depan, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang baru Arif Wibowo mengakui tantangan yang dihadapi perseroan akan semakin berat. Agar dapat melalui 2015 dengan mulus, Arif mengaku pembenahan akan dilakukan baik secara internal maupun eksternal perusahaan.
“Bukan hanya avtur yang menjadi masalah tahun depan, tapi kita masih menghadapi depresiasi rupiah dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Saya perkirakan dua tahun kedepan, Garuda masih akan menghadapi masalah-masalah itu. Tinggal bagaimana terapkan strategi yang tepat,” ujar Arif dalam konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Garuda City Center, Cengkareng, Jumat (12/12).
Secara garis besar, mantan CEO PT Citilink Indonesia tersebut menjelaskan perbaikan sisi keuangan Garuda akan menjadi prioritas utamanya selama lima tahun ke depan menjabat Dirut. Perbaikan akan dilakukan dengan tiga strategi untuk menyelesaikan tiga tantangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama adalah pembenahan mesin pendapatan (
revenue generator) yang dimiliki oleh maskapai badan usaha milik negara (BUMN) itu. "Mesin penghasil uang kita itu kan pesawat, jadi dalam pengoperasiannya benar-benar harus menghasilkan uang semaksimal mungkin," ujar Arief.
Dia juga menekankan perlunya Garuda lebih mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia (SDM) dan aset yang dimiliki perseroan untuk menghasilkan pendapatan.
Arif yang juga Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) juga menilai beban operasional Garuda masih memungkinkan untuk dipangkas. Harga avtur dan harga komponen disebutnya sebagai komponen biaya yang tidak bisa diubah oleh manajemen.
“Harga avtur dan biaya pembelian komponen masih akan tetap membebani hampir 50 persen keuangan Garuda. Karena kita harus kompetitif, maka ke depan dari sisi biaya lain-lain akan kita lihat lagi sehingga bisa lebih hemat,” ujarnya.
Tantangan terakhir bagi Arif adalah memastikan keuangan Garuda tidak terlalu dalam terjerat utang. "Sampai satu tahun kedepan saya ingin finansial Garuda itu aman. Kira-kira itu prioritas saya," katanya.
Terbitkan ObligasiSebelum diganti, Direktur Utama Garuda terdahulu Emirsyah Satar mengatakan perseroan akan menerbitkan surat utang atau obligasi lagi tahun depan. Emir menjelaskan, penerbitan obligasi berkelanjutan tersebut dilakukan dalam rangka mendorong kinerja dan bisnis penerbangan Garuda kedepan. Meski begitu, dirinya enggan membeberkan besaran obligasi yang akan diterbitkan.
Berdasarkan catatan, pada Juni 2013 silam Garuda sudah menerbitkan obligasi berkelanjutan tahap I dengan jumlah Rp 2 triliun. Obligasi ini memiliki kupon 8,25 persen sampai 9,25 persen dengan tenor 5 tahun. Adapun dana dari hasil penerbitan obligasi dipakai untuk membayar uang muka 20 pesawat yang dibeli perseroan.
Tambahan utang baru, baik melalui penerbitan obligasi maupun pinjaman langsung dari bank atau lembaga keuangan lain hanya akan menambah jumlah utang Garuda yang sampai September 2014 lalu berjumlah US$ 2,11 miliar. Terdiri dari utang jangka pendek US$ 1,03 miliar, dan utang jangka panjang US$ 1,08 miliar.