Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo segera merombak postur Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015 rancangan kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mayoritas asumsi makroekonomi yang menjadi dasar pengelolaan anggaran akan diubah, kecuali target pertumbuhan ekonomi yang tetap dipertahankan 5,8 persen.
Indikator ekonomi yang mengalami penyesuaian proyeksi antara lain inflasi, yang dinaikan menjadi 5 persen dari 4,4 persen. Kemudian kurs berubah dari Rp 11.900 per dolar AS menjadi Rp 12.200 per dolar AS.
"Target pemerintah mulai 2015 itu adalah 4 plus/minus 1 persen. Jadi kami ambil batas atas 5 persen," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di Istana Kepresidenan, Rabu (24/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menjelaskan perkiraan inflasi yang lebih tinggi pada tahun depan karena mempertimbangkan dampak kenaikan harga-harga barang yang diatur oleh pemerintah (
administered price). Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif tenaga listrik (TTL) merupakan sejumlah bentuk intervensi pemerintah terhadap harga barang.
"Kalau tidak ada kebijakan
administered price pasti rendah karena memang dasar inflasi kita itu di bawah 5 persen. Sebenernya hanya tinggi kalau ada adminstered price saja," tuturnya.
Menkeu memastikan laju inflasi pada tahun depan akan lebih terkendali sejalan dengan komitmen pemerintah mengendalikan belanja subsidi energi.
Selain inflasi dan rupiah,indikator lain yang juga akan direvisi adalah asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) menjadi US$ 70 per barel dari sebelumnya US$ 105 per barel. Koreksi juga dilakukan untuk target (
lifting) produksi minyak dan gas, yang masing-masing di pangkas dari 900 ribu barel per hari (Bph) dan 1,24 Bph menjadi 849 ribu Bph dan 1,12 Bph.