Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah anjlok lebih dari 5 persen pada perdagangan Senin (5/1) dan sempat jatuh menyentuh US$ 49,68 per barel. Hal ini adalah pertama kalinya harga minyak berada di bawah US$ 50 per barel sejak resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) pada April 2009.
Dikutip dari CNNMoney, harga minyak telah merosot lebih dari 50 persen selama beberapa bulan terakhir karena berbagai alasan. Kekhawatiran tentang permintaan global yang lemah, terutama di Eropa, Asia, dan Amerika Latin telah menjadi faktor utama.
AS sekarang menjadi produsen besar minyak berkat shale gas yang berhasil di produksinya. Sementara negara-negara penghasil minyak utama yang dipimpin oleh Arab Saudi, belum mengurangi produksi minyak meskipun terjadi penurunan harga secara drastis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, harga minyak yang rendah juga mendatangkan malapetaka pada ekonomi negara-negara yang bergantung pada komoditas tersebut, salah satunya Rusia. Secara tahunan, mata uang Rusia telah jeblok hingga 77,14 persen terhadap dolar AS karena hal tersebut.
Selain itu terdapat kekhawatiran bahwa harga bahan bakar yang terus-menerus rendah dapat menyebabkan
perlambatan dalam industri pengeboran. Rystad Energi memperkirakan harga minyak harus tetap di atas US$ 58 per barel agar perusahaan pengeboran AS tetap bisa untung.
Hal itu bisa berarti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar dalam industri yang telah menambahkan banyak pekerjaan selama beberapa tahun terakhir. Adapun sudah ada beberapa ribu PHK diumumkan, termasuk dari perusahaan Halliburton (HAL).
Investor juga semakin khawatir tentang efek penurunan harga minyak bagi perekonomian global.
(gen)