HARGA BARU PREMIUM

ICW: Masyarakat Subsidi Pemerintah Rp 586 per 1 Januari 2015

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Selasa, 06 Jan 2015 16:05 WIB
ICW menilai penggantian biaya transportasi di luar Pulau Jawa Bali sebesar 2 persen, terkait pencabutan subsidi premium, menjadi celah permainan mafia migas.
Koordinator Divisi Monitoring Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas (kiri) didampingi Koordinator ICW Ade Irawan (kedua kiri), anggota Divisi Korupsi Politik ICW Donald Fariz (ketiga kiri), dan Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Ferdi Herdi (kanan) memberi keterangan pers terkait pandangan ICW terhadap figur para menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK di kantor ICW, Jakarta, Selasa (28/10). Berdasarkan penelitian ICW ada sejumlah menteri dalam kabinet baru tersebut yang memiliki potensi masalah integritas, kapasitas, dan konflik kepentingan. (ANTARAFOTO/Yashinta Difa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai keputusan pemerintah mencabut dan menetapkan harga jual premium yang lebih tinggi dari harga pasar menyalahi konstitusi. Berdasarkan perhitungan ICW, harga keekonomian premium saat ini sebesar Rp 7.013 per liter, lebih rendah dari harga penetapan pemerintah Rp 7.600 per liter.

"Artinya, per 1 Januari 2015, masyarakat yang sebenarnya menyubsidi pemerintah Rp 586 per liter," ujar Firdaus Ilyas, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW  di kantornya, Selasa (6/1).

Firdaus menjelaskan harga patokan premium sebesar Rp 7.013 per liter mengacu pada harga rerata bulanan transaksi minyak di Singapura (MOPS) ditambah alpha (biaya distribusi dan margin). Sementara untuk formula perhitungan subsidi BBM adalah harga patokan dikurangi harga jual eceran, pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, serta pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ICW mencatat harga patokan premium versi MOPS per Desember 2014 sebesar US$ 70,04 per barel. Dengan asumsi kurs Rp 12.329 per dolar AS, maka harga keekonomian premium per liter sebesar Rp 7.013 atau lebih rendah dari harga penetapan pemerintah Rp 7.600.

"Sehingga ada potensi pemahalan harga atau mark up  sebesar Rp 586 per liter atau secara keseluruhan Rp 1,44 triliun," jelasnya.
 
Demikian pula untuk harga solar, lanjut Firdaus, meskipun harganya turun menjadi Rp 7.250 per liter masih ada potensi mark up hingga Rp 909,9 miliar. Sebab, harga keekonomiannya saat ini sebesar Rp 6.607 per liter.

"Jadi subsidi solar yang ditanggung pemerintah sebenarnya bukan Rp 1.000 per liter, tetapi hanya Rp 303 per liter," tuturnya.

Dari sisi legalitas, Firdaus menilai pemerintah telah menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi No.2 Tahun 2003 tentang uji materi Pasal 28 Undang-Undang Migas yang mengamanatkan pemerintah untuk mengatur harga jual BBM. ICW juga menyoroti kebijakan pemerintah mengganti biaya transportasi di luar Pulau Jawa dan Bali sebesar 2 persen terkait dengan pencabutan subsidi BBM yang justru menjadi celah permainan mafia migas.

"Jangan-jangan kebijakan ini hanya untuk menguntungkan Pertamina. Bukannya menghilangkan mafia migas, malah membuat munculnya mafia-mafia migas baru karena ada tambahan 2 persen untuk di luar Jawa Bali," jelasnya. (ags/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER