Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penetapan harga jual elpiji 12 kilogam (kg) merupakan tanggung jawab pemerintah sehingga tidak bisa dilepaskan sepenuhnya oleh PT Pertamina (Persero) mengikuti harga pasar. Firdaus Ilyas, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, mengatakan mengatakan ada sekitar empat sampai enam juta rumah tangga pengguna elpiji 12 kg yang juga berhak mendapatkan subsidi.
"Jadi dari pada elpiji 12 kg dinaikkan harganya, lebih baik elpiji yang 3 kg yang harganya dinaikan dari sekarang per kg Rp 4.250-Rp4.500 menjadi Rp 6.000 dan beri subsidi yang 12 kg," jelasnya di Jakarta, Selasa (6/1).
Menyuntik subsidi, kata Firdaus, lebih bijak dilakukan pemerintah ketimbang memberikan ruang bagi Pertamina menimbun keuntungan dari penjualan elpiji 12 kg. Mengenai skema pengawasan, Firdaus mengatakan pemerintah pusat berkewajiban memastikan harga jualnya sesuai hingga ke tingkat agen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedangkan untuk distribusi di tingkat sub-agen hingga ke rumah tangga itu tidak usah dikontrol karena kan ada biaya antar sehingga beda daerah bisa saja beda harganya," ujar Firdaus.
Seperti halnya premium dan solar, kata Firdaus, ada potensi pemahalan harga (mark up) dalam
penetapan harga baru elpiji 12 kg di tingkat agen, yang per 2 Januari 2015 naik dari Rp 9.575 per kg menjadi Rp 11.225 per kg. Dalam menetapkan harga tersebut, Pertamina menggunakan harga kontrak gas Aramco bulan Desember 2014 sebesar US$ 447,5 per barel. Dengan asumsi kurs Rp 12.329 per dolar AS, maka harga keekonomian elpiji saat ini sebesar Rp 9.508 per kg sehingga ada selisih atau potensi mark up sebesar Rp 1.717 per kg atau Rp 20.600 per tabung.
"Total
potensi mark up elpiji 12 kg berdasarkan hitungan kami mencapai Rp 128,8 miliar," jelas Firdaus.
Selain melanggar konstitusi, lanjut Firdaus, pemahalan harga jual elpiji 12 kg sekaligus menjadi celah penyimpangan dan korupsi. Sebab, tidak ada pengawasan dan pertanggungjawaban dalam proses penetapan harga elpiji 12 kg, yang merupakan sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak.
"Apakah ini karena kesengajaan atau ketidakhati-hatian dalam perhitungan," tuturnya.
(ags/gen)