Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto berpendapat kebijakan dana desa yang diterapkan pada tahun ini akan menjadi alat politik saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2019 mendatang.
"Dalam Pilkada serentak nanti beberapa partai akan mengklaim mereka paling berjasa dalam memperjuangkan kebijakan ini. Begitu juga dengan partai-partai yang menduduki kementerian yang berhubungan langsung dengan kebijakan ini," kata Nico seusai diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/2).
Karenanya, ia mengatakan tidak mengherankan bila nanti kebijakan suntikan dana desa ini jadi bahan 'jualan' partai-partai yang bertarung di Pilkada dan Pilpres mendatang."Pasti semua partai, bahkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan berusaha 'jualan' dengan kebijakan ini. Begitu pula dengan partai oposisi, mereka akan mengatakan bahwa telah memperjuangkan desa semenjak kampanye," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada juga diungkapkan oleh ekonom senior Didik J. Rachbini. "Ini 'kan kebijakan politik dan kampanye semua partai. Dan ini bagus. Dulu tidak ada yang seperti ini," katanya.
Meski yakin kebijakan ini akan gagal menyejahterakan desa secara umum, Didik berpendapat akan muncul desa-desa yang berhasil dan bisa dijadikan contoh. "Yang menentukan suatu desa maju atau tidak, bukan hanya uang. Uang hanyalah pemicunya," katanya.
Menurutnya, desa yang bisa sukses dalam implementasi dana dari pemerintah adalah desa-desa yang kreatif dan bisa membuat uang senilai Rp 1,4 miliar itu efisien. "Kalau desa kreatif, maka akan sukses. Namun, bila tidak kreatif, maka akan timbulkan kekacauan," katanya.
(ags/ags)