Jakarta, CNN Indonesia -- Upaya perpanjangan perjanjian divestasi 7 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) untuk yang keenam kalinya terancam sia-sia menyusul direstuinya rencana peleburan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menuturkan dengan peleburan itu maka secara otomatis pengambilalihan jatah saham divestasi terakhir NNT bukan lagi menjadi tugas PIP.
“(Pembelian saham) Newmont tidak ada lagi karena uangnya (PIP) masuk ke dalam pembiayaan infrastruktur,” ujar Bambang usai rapat paripurna DPR, Jumat (13/2) malam.
Menkeu menuturkan dengan peralihan aset PIP ke SMI selaku BUMN pembiayaan infrastruktur, maka seluruh anggaran yang terkumpul hanya akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur. Merger kedua entitas tersebut, lanjut Menkeu, akan menjadi satu kesatuan sebagai lembaga pembiayaan infrastruktur milik pemerintah.
“Newmont itu kalau di PIP. Ketika PIP melebur ke lembaga pembiayaan infrastruktur maka pembelian Newmont bukan lagi pada tugas dari lembaga pembiayaan infrastruktur, karena lembaga pembiayaan infrastruktur harus fokus pada pemberian pinjaman atau dukungan modal pada proyek infras jadi kita fokus di situ,” tuturnya.
Divestasi Newmont tidak ada lagi karena uangnya (PIP) masuk ke dalam pembiayaan infrastrukturBambang P.S. Brodjonegoro |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala PIP Soritaon Siregar ketika dihubungi CNN Indonesia enggan mengomentari kebijakan Menkeu selaku atasannya. Dia mengatakan belum diberi kewenangan untuk memberikan pernyataan, baik mengenai peleburan organisasi ke SMI maupun kelanjutan divestasi saham NNT.
“Kemungkinan lebih tepat jika pertanyaan dimaksud disampaikan ke Dirjen Kekayaan Negara,” ujarnya melalui pesan singkat.
Hadiyanto, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, menjelaskan PIP sejak awal diberi amanat oleh pemerintah sebagai eksekutor dalam proses pembelian 7 persen saham NNT. Namun, rencana tersebut tertunda sampai sekarang karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempermasalahkannya karena dianggap tidak sesuai dengan tugas dan fungsi PIP selaku pelaksana investasi pemerintah.
“PIP hanya sebagai eksekutor dari amanat pemerintah, jadi tergantung mandat saja,” tuturnya.
Menurut Hadiyanto, dengan bergantinya pemerintah maka kebijakannya pun berubah. Kebijakan pemerintah saat ini adalah sesuai dengan sembilan agenda prioritas (Nawa Cita) Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Yang pasti kan fokusnya pada pembangunan infrastruktur, maritim, dan pangan. Jadi belum ada instruksi atau pembahasan mengenai divestasi saham Newmont,” jelasnya.
Berlarut-larutnya proses divestasi 7 persen saham NNT bermula ketika pada 2011 DPR menyoal keputusan pemerintah menunjuk PIP selaku eksekutor. Harry Azhar Azis, selaku Wakil Ketua Komisi XI kala itu menilai rencana PIP membeli 7 persen saham NNT senilai Rp 246,8 juta sebagai penyimpangan uang negara.
Komisi XI DPR, yang merasa tidak dilibatkan dalam penunjukan PIP oleh pemerintah, kemudian meminta rekomendasi BPK terkait hal ini. BPK berpendapat tanpa ada persetujuan dari DPR, maka penggunaan anggaran negara oleh PIP utnuk pembelian saham NNT bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan.
“Pada dasarnya PIP itu didirikan utnuk membantu pembiayaan infrastruktur, bukan untuk investasi saham,” kata Harry Azhar, yang kini menjabat sebagai Ketua BPK, pada 2011.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan saat itu, Agus D.W. Martowardojo berkeras penggunaan dana PIP untuk membeli saham NNT tidak perlu seizin DPR. Untuk memperkuat argumennya, Agus meminta masukan Mahkamah Konstitusi untuk memuluskan PIP membeli saham NNT. Hasilnya, MK, lima dari sembilan anggota majelis hakim konstitusi memutuskan menolak permohonan pemerintah dan empat hakim konstitusi lainnya berbeda pendapat (dissenting opinion).
Kementerian Keuangan, hingga berganti menteri ke Chatib Basri masih berupaya menjadikan PIP sebagai kepanjang-tanganan pemerintah dalam proses divestasi saham NNT. Upaya perpanjangan perjanjian jual-beli dengan NNT dilakukan berkali-kali sambil menunggu restu parlemen, yang sampai hari ini tak kunjung keluar.
(ags)