Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah booming bunga antorium dan ikan lou han, giliran euforia batu akik menggila di Indonesia. Rhenald Kasali, Guru Besar Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, mengingatkan masyarakat untuk tidak gelap mata terhadap kemilau sesaat bisnis berbasis hobi koleksi semacam itu.
Ini mencerminkan masyarakat kita yang tidak kritis, rawan terhadap rumor. Orientasinya hanya sekedar mencari untungRhenald Kasali |
"Masyarakat Indonesia itu cepat sekali terbawa euforia sesaat. Contoh ketika bunga antorium dan ikan lauhan booming, banyak masyarakat yang memburu dan berbisnis itu, lalu tak lama euforianya luntur dan harganya anjlok," tuturnya kepada CNN Indonesia, Sabtu (28/2).
Demam batu akik, kata Rhenald, kendati hobi ini sudah berlangsung lama, tetapi merupakan pengulangan fenomena bisnis sesaat. Ada tiga unsur yang memicu booming usaha berbasis hobi koleksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama tentu saja ada hobi dan ada pemicunya. Lalu ada spekulasi untuk mencari keuntungan, dan ketiga ada emosi yang mendasari bisnisnya," jelas dia.
Berkembang cepatnya bisnis semacam ini, kata Rhenald Kasali, karena tingkat irasional masyarakat Indonesia masih tergolong tinggi. Berbeda halnya dengan di negara maju, yang mayoritas penduduknya rasional dalam berfikir.
"Karena di negara maju sudah rasional dalam berfikir, maka euforia bisnisnya lebih ke perdagangan saham atau pasar modal. Di sana tidak ada yang terlalu kuat karena regulasinya sudah bagus," tuturnya.
Bisa Jadi MusibahEuforia batu akik belakangan ini, kata Rhenald, meningkat setelah Mantan Presiden Susilo bambang Yudhoyono (SBY) memamerkan batu akik jenis bacan di jari manisnya. Hobi koleksi SBY tersebut kemudian menimbulkan "efek latah" ke masyarakat.
"Ingat ketika orang berbondong-bondong mencari batu di Arteri, Pondok Indah? Padahal belum terbukti itu bernilai tinggi," ujar Rhenald kasali.
Rhenald menilai fenomena semacam ini berbahaya karena bisa berdampak negatif terhadap ekonomi dan sosial masyarakat. Booming sesaat semacam ini tak hanya dapat menimbulkan konflik horisontal, tetapi juga dapat menimbulkan migrasi pekerja dari sektor-sektor usaha produktif seperti pertanian dan padat karya menjadi pemburu batu akik.
"Ini bisa jadi musibah. Karena banyak petani, buruh, tukang ojek, anak-anak yang akan beralih dan ikut menggali batu, hanya karena diawali oleh spekulasi," katanya.
Kondisi semacam itu, lanjut Rhenald, sudah pernah terjadi ketika ada pemimpi yang menemukan emas di Gunung Botak, Pulau Buru. Eksploitasi besar-besaran di kawasan tersebut tak hanya memancing masuknya para tokek, tetapi juga menimbulkan keributan antar-warga.
"Dampak lainnya harga motor naik, harga kost-kostan naik, bisnis prostitusi berkembang karena banyak pendatang yang butuh hiburan. Ini mencerminkan masyarakat kita yang tidak kritis, rawan terhadap rumor. Orientasinya hanya sekedar mencari untung," tuturnya.
(ags)