Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak lima perusahaan mendapatkan sertifikat Authorized Economic Operator (AEO) dari Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Lima perusahaan tersebut secara otomatis akan mendapatkan fasilitas kemudahan dalam transaksi ekspor-impor antar perusahaan di negara lain yang juga menerapkan sistem AEO.
"Lima perusahaan yang disertifikasi nantinya akan menjadi perusahaan prioritas yang tidak perlu ada pemeriksaan kepabeanan lagi," ujar Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono dalam peluncuran Authorized Economic Operator di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Selasa (16/3).
Sebelumnya saat diluncurkan pada 17 Desember 2013, Agung mengatakan ada sembilan perusahaan eksportir yang digadeng masuk menggunakan sistem AEO sebagai pilot project. Namun, dari sembilan perusahaan yang menjadi pilot project tersebut hanya tersisa lima perusahaan yang dianggap layak mendapat sertifikat AEO.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelima perusahaan tersebut antara lain PT LG Electronic Indonesia, PT Nestle Indonesia, PT Toyota Manufacturing Indonesia, PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk., dan PT Unilever Indonesia Tbk.
AEO merupakan sertifikasi operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh dan atas nama administrasi kepabeanan nasional. Hal itu menandakan yang bersangkutan telah memenuhi standard pengamanan dan fasilitasi perdagangan global (WCO SAFE Framework of Standards/ FoS).
Adapun, operator ekonomi tersebut berasal dari pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang internasional dalam berbagai fungsi rantai pasokan global. AEO bisa terdiri dari importir, eksportir, pengusaha pengurus jasa kepabeanan (PPJK), pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS), pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dan pihak lainnya yang terlibat dalam pergerakan barang dan jasa.
Lima Perlakuan KhususPerusahaan yang mendapatkan fasilitas AEO, setidaknya akan mendapatkan lima perlakukan khusus. Pertama, percepatan proses pengeluaran barang dengan tidak dilakukan penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik.
Kedua, penyingkatan waktu transit sehingga mengurangi biaya penumpukan (
dwelling time). "Saat ini yang menjadi kendala dalam arus barang adalah
dwelling time, salah satu solusi mengatasi dwelling time adalah meningkatkan jumlah perusahaan yang masuk prioritas," ujar Agung.
Ketiga, akses informasi yang berkaitan dengan kegiatan para AEO. Keempat, pelayanan khusus dalam hal terjadi gangguan perdagangan serta ancaman yang meningkat.
Kelima, prioritas untuk mendapatkan penyederhanaan sistem dan prosedur kepabeanan. Hingga akhir 2013 tercatat 78 negara yang telah menerapkan fasilitas AEO. Beberapa diantaranya termasuk negara-negara berkembang.
Agung mengungkapkan, dengan masuk dalam skema AEO, perusahaan seperti mendapatkan jalur prioritas, bahkan lebih dari itu. Lebih lanjut, hal itu juga bakal mendapat pengakuan dari mitra dagang Indonesia.
"Saya berharap ini menjadi momentum bagi perusahaan lain untuk dapat masuk kriteria perusahaan penerima sertifikat AEO," ujarnya.
(gir/gir)