
Depresiasi Kurs Pukul Ritel, Aprindo Dukung Pembatasan Valas
Agust Supriadi, CNN Indonesia | Kamis, 11/06/2015 10:46 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan omzet pelaku bisnis ritel anjlok sekitar 10-15 persen sejak awal tahun akibat depresiasi rupiah dan pelemahan daya beli masyarakat. Karenanya, Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta berharap langkah Bank Indonesia (BI) membatasi transaksi valas bisa meredam kejatuhan rupiah dan kembali menggairahkan sektor ritel.
"Kami tidak masalah jika dolar dibatasi karena transaksi terbesar sebenarnya bukan di ritel. Silahkan BI menegakan hukum, dan saya kirta memang negara harus buat aturan main," ujarnya kepada CNN Indonesia, Kamis (11/6).
Saat ini, kata Tutum, jumlah anggota Aprindo yang tercatat sebanyak 110 perusahaan nasional dan multinasional, dengan total outlet mencapai 27 ribu unit di seluruh Indonesia. Sejak awal bergabung, Aprindo mewajibkan seluruh anggotanya untuk menggunakan rupiah sebagai acuan transaksi di dalam negeri.
"Jadi memang sejak awal tidak ada yang pakai dolar dan tidak boleh karena kita jual produk di dalam negeri dan pembelinya mayoritas orang lokal. Walapun ada orang asing yang beli oleh-oleh di Sarinah, misalnya, itu pun harganya pakai rupiah," tuturnya.
Kendati tidak menggunakan dolar AS dalam keseharian perdagangannya, Tutum Rahanta mengatakan dampak pelemahan kurs sangat terasa terhadap kinerja perusahaan ritel. Pasalnya, tak sedikit produk yang dijual merupakan barang impor dan dari sisi daya beli masyarakat juga terpukul karena inflasi yang naik akibat itu.
Tutum menyarankan BI membuka layanan pengaduan publik terkait pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh individu maupun perusahaan-perusahaan ritel yang beroperasi di Indonesia. (ags/ags)
"Kami tidak masalah jika dolar dibatasi karena transaksi terbesar sebenarnya bukan di ritel. Silahkan BI menegakan hukum, dan saya kirta memang negara harus buat aturan main," ujarnya kepada CNN Indonesia, Kamis (11/6).
"Jadi memang sejak awal tidak ada yang pakai dolar dan tidak boleh karena kita jual produk di dalam negeri dan pembelinya mayoritas orang lokal. Walapun ada orang asing yang beli oleh-oleh di Sarinah, misalnya, itu pun harganya pakai rupiah," tuturnya.
Kendati tidak menggunakan dolar AS dalam keseharian perdagangannya, Tutum Rahanta mengatakan dampak pelemahan kurs sangat terasa terhadap kinerja perusahaan ritel. Pasalnya, tak sedikit produk yang dijual merupakan barang impor dan dari sisi daya beli masyarakat juga terpukul karena inflasi yang naik akibat itu.
Tutum menyarankan BI membuka layanan pengaduan publik terkait pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh individu maupun perusahaan-perusahaan ritel yang beroperasi di Indonesia. (ags/ags)
ARTIKEL TERKAIT
BACA JUGA

Cara Cerdas Berburu Promo Diskon 17 Agustus di e-Commerce
Teknologi • 16 August 2019 15:13
Berburu Diskon Hingga 74 Persen di Indonesia Great Sale 2019
Gaya Hidup • 14 August 2019 19:49
Jepang Akan Terapkan Plastik Berbayar Tahun Depan
Gaya Hidup • 17 June 2019 02:48
Kenaikan UMSP Dikritik, Anies Sebut Ingin Keadilan di Jakarta
Nasional • 14 February 2019 12:44
TERPOPULER

Susunan Baru Direksi dan Komisaris Bank Mandiri
Ekonomi • 1 jam yang lalu
Pekerja Garuda 'Pecah' Usai Ari Askhara Dipecat Karena Harley
Ekonomi 2 jam yang lalu
Royke Tumilaar, dari BDN ke Kursi Empuk Bos Bank Mandiri
Ekonomi 55 menit yang lalu