Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Pemerintah yang menghapuskan pajak penjualan atas sejumlah barang mewah (PPnBM) mendapat kritik dari ekonom Faisal Basri. Menurut Faisal, diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.010/2015 sebagai pengganti PMK Nomor 130 tahun 2013 yang mengatur mengenai hal tersebut bukanlah kebijakan yang tepat untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Menurut Faisal, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro terlalu khawatir akan sinyalemen kemerosotan daya beli masyarakat sampai menghapus PPnBM untuk barang mewah seperti parfum, pelana kuda, alat golf, hingga tas mewah.
Padahal, menurutnya daya beli masyarakat dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat dan tingkat harga. Ia mencatat pendapatan nominal masyarakat secara umum naik, dibuktikan dengan gaji pegawai negeri yang selalu naik setiap tahun lebih tinggi ketimbang laju inflasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Upah minimum juga selalu naik di atas laju inflasi. Sementara inflasi cenderung turun setelah mencapai titik tertinggi di Desember 2014 akibat naiknya harga BBM pada pertengahan November 2014,” kata Faisal di kantor redaksi CNN Indonesia, Senin (22/6).
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) tersebut mengatakan pemerintah telah salah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan tinggi, bukan sebaliknya.
Menurut Faisal sebenarnya yang mengalami tekanan adalah masyarakat berpendapatan rendah. Upah riil buruh tani pada Mei 2015 turun 0,42 persen. Petani juga mengalami tekanan. Nilai tukar petani (NTP) nasional Mei turun,12 persen dibandingkan NTP bulan sebelumnya.
“Petani dan buruh tani tidak pernah tahu tas Louis Vuitton dan parfum mahal, apalagi pelana kuda dan peralatan golf. Mengapa tidak mengeluarkan kebijakan untuk mendongkrak daya beli kelompok pendapatan rendah? Mengapa kelas atas terus yang dilayani?” tanyanya.
Data Tidak KuatStaf pengajar di Universitas Indonesia itu tidak yakin pemerintah memiliki data yang cukup kuat untuk membuktikan terjadinya penurunan daya beli masyarakat kelas menengah ke atas.
“Tengok saja pertumbuhan dana masyarakat (dana pihak ketiga/DPK) di perbankan pada kuartal I 2015 yang masih naik cukup tajam sebesar 16 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 12,3 persen. Penurunan hanya terjadi untuk tabungan yang memang kecenderungannya turun terus sejak Agustus 2012,” kata Faisal.
Ia mengakui bahwa penjualan mobil dan sepeda motor memang mengalami turun seperti halnya penjualan semen. Bisnis ritel disebut Faisal juga dikabarkan melemah. Tapi itu semua menurut Faisal tidak lantas menggambarkan pendapatan rakyat keseluruhan turun.
“Pendapatan terbukti naik. Namun, porsi pendaatan yang dibelanjakan turun. Mereka lebih banyak menabung, terutama dalam bentuk deposito karena pasar modal bergejolak dan nilai tukar rupiah terus merosot. Boleh jadi pemerintah salah membaca dinamika perekekonomian dan masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya, Pemerintah telah menerbitkan PMK Nomor 106/PMK.010/2015 yang mencoret 33 barang dari daftar objek PPnBM. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro beralasan, semakin banyak barang konsumsi yang dibeli masyarakat maka akan mampu menggerakkan roda perekonomian negara karena pelaku industri yang memproduksi barang tersebut akan meningkat kinerjanya dan memberi dampak positif bagi ekonomi Indonesia secara lebih luas. Berikut adalah daftar barang yang mulai 9 Juli mendatang tidak lagi jadi objek PPnBM:
1. Kulkas 2. Pemanas air 3. Mesin cuci 4. Pendingin udara (AC) 5. Perekam video 6. Kamera 7. Kompor gas 8. Proyektor 9. Mesin pencuci piring 10. Mesin pengering 11. Microwave 13. Alat pancing 14. Alat golf 15. Alat selam 16. Papan selancar 17. Senapan untuk olahraga menembak | 18. Piano 19. Alat musik elektrik 20. Tas 21. Pakaian 22. Jam 23. Sadel untuk olahraga berkuda 24. Logam mulia 25. Emas 26. Karpet 27. Kristal 28. Kursi 29. Kasur 30. Lampu kamar tidur 31. Porselen 32. Ubin 33. Televisi |
(gen)