Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia berharap keberadaan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) mampu mengatasi kekurang-pendanaan infrastruktur di negara-negara berkembang yang rata-rata per tahunnya mencapai US$ 1,5 triliun.
"Lebih banyak pendanaan untuk infrastruktur akan membantu kaum tidak mampu, dan kami sangat senang dapat bekerjasama dengan Tiongkok dan negara-negara lainnya untuk membantu AIIB segera beroperasi," ujar Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim melalui keterangan resmi, Senin (29/6).
Kim mengungkapkan dunia membelanjakan sekitar US$ 1 triliun setiap tahunnya untuk pembangunan infrastruktur, tapi kebanyakan dana tersebut mengalir ke negara maju. Sementara di negara-negara berkembang, lanjutnya, terjadi defisit pendanaan infrastruktur yang cukup besar yang sangat sulit untuk bisa ditanggung oleh satu lembaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Negara berkembang dan berpendapatan rendah menghadapi kekurangan sebesar US$ 1 triliun sampai US$ 1,5 triliun per tahun dalam belanja infrastruktur," tutur Kim.
Menurut Kim, AIIB merupakan mitra baru yang penting untuk mengakhiri kemiskinan ekstrim di dunia melalui pendanaan infrastruktur.
"Hal itu guna menjawab kebutuhan infrastruktur yang sangat penting untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan mendorong kesejahteraan bersama,” jelasnya.
Sebagai informasi, modal AIIB direncanakan sebesar US$ 100 miliar, dengan modal disetor tunai (paid-in-capital) sebesar 20 persen. Indonesia resmi tergabung sebagai salah satu dari 57 negara pendiri dan menyetor US$ 672,1 juta dalam lima tahun, donatur terbesar kedelapan di AIIB.
AIIB merupakan Bank Pembangunan Multilateral yang dirancang untuk memberikan dukungan pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur di Asia, baik kepada institusi pemerintah maupun swasta.
Inisiatif pembentukan AIIB sendiri telah disampaikan secara langsung oleh Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping dalam Pertemuan Tingkat Pemimpin Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bali pada Oktober 2013 lalu.
(ags)