Jakarta, CNN Indonesia -- Penurunan konsumsi rokok dan minuman beralkohol membuat realisasi penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) semester I 2015 di bawah target rata-rata.
Hingga Juni 2015, realisasi penerimaan negara dari cukai dan kepabeanan sebesar Rp 77,6 triliun atau baru 39,7 persen dari target sepanjang tahun Rp 195 triliun. Penerimaan tersebut terdiri dari setoran cukai Rp 60,1 triliun, bea masuk Rp 15,4 triliun dan bea keluar Rp 2 triliun.
Angka tersebut lebih rendah dari pencapaian semester I tahun lalu Rp 40,2 triliun atau 46,2 persen dari target APBNP 2014 yang mencapai Rp 173,8 triliun. Pada Januari-Juni 2014, setoran cukai sebesar Rp 57,6 triliun, sedangkan bea masuk dan bea keluar masing-masing Rp 15,8 triliun dan Rp 6,9 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai, Heru Pambudi menuturkan, kendati nominal cukai meningkat pada semester I tahun ini, tetapi masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Penyebabnya, antara lain karena menurunnya konsumsi minuman mengandung ethil alkohol (MMEA).
Selain itu, menurunnya produksi sejumlah pabrik rokok, terutama yang menghasilkan produk Sigaret Kretek Tangan (SKT), turut menekan setoran cukai.
"Salah satunya karena tren perokok sendiri yang mulai memperhatikan faktor kesehatan. Seperti pabrik SKT HM Sampoerna di Lumajang dan Jember tutup," papar dia saat berbincang dengan wartawan di kantor Kemenkeu, Jumat (3/7).
Sementara dari bea keluar, lanjut Heru, merosotnya ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) menyebabkan sumbangannya kurang signifikan ke kas negara. Hal ini terjadi menyusul anjloknya harga komoditas tersebut.
Dengan keadaan demikian, menurut Heru, sulit untuk memutuskan apakah akan ada kenaikan tarif cukai atau tidak.
"Cukai per bulan ini belum ada keputusan ketetapan apakah akan menaikkan atau tidak jika dipantau dari jumlah produksi. Kami harus perhatikan jangan sampai produksi menurun, tarif tinggi memukul pabrik-pabrik," ujarnya.