Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelum dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu, 12 Agustus 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyebut proyek Light Rail Transit (LRT) masih terkendala dalam hal teknis sehingga menimbulkan perdebatan diantara kementerian dan lembaga terkait dalam rapat terbatas (ratas) yang digelar pada Selasa (18/8) sore tadi.
Pramono menjelaskan, pembangunan LRT sendiri merupakan proyek besar dengan jangka panjang sehingga pembangunannya harus disertai tanggungjawab lantaran Presiden Jokowi berkeinginan untuk bisa mengurai kemacetan di Jakarta.
"Perhitungan Beliau (Presiden) berdasarkan pengalaman menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dalam setahun (kerugian) akibat kemacetan bisa mencapai Rp 33 triliun. Ini angka yang cukup besar sekali, maka kemudian kenapa Jakarta ini didorong sampai 2018 kemacetan bisa diurai," ujar Pramono di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (18/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pram -sapaan akrab Pramono- menilai pemerintah akan belajar dari kasus mangkraknya proyek monorail akibat pihak yang mengerjakan belum menemukan titik temu. Dalam ratas soal LRT tadi, ucapnya sejatinya secara substansial sudah ada titik temu namun pemerintah perlu lebih hati-hati dalam memutuskan.
"Tapi secara prinsip sudah ada titik temu soal pembiayaan, siapa yang mengerjakan, siapa yang jadi operator, dan prinsip sudah ada titik temu," kata dia.
Sementara yang belum ditemukan titik temunya, lanjut Pram, adalah bagaimana mengatur teknis operasional, karena proyek ini dalam jangka panjang harus berurusan terkait perbatasan.
"Ini kan dalam batasan dengan Jawa Barat, siapa yang tanggungjawab, katakanlah dari Cibubur atau dari Bogor, dari tempat lain, ini yang harus jadi satu kesatuan sistem transportasi seperti negara lain," ujar dia.
Oleh karena itu, imbuh Pram, Presiden mengatakan agar jangan mengulang kegagalan di negara lain yang melakukan pembangunan dengan terburu-buru. Namun, Jokowi tetap memberi batas agar seluruh persoalan ini selesai sebelum 31 Agustus 2015, sebelum akhirnya mulai groundbreaking.