Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) semakin berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan moneter karena mewaspadai tantangan ekonomi dunia yang sampai saat ini masih tidak pasti.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menuturkan kondisi ekonomi dan moneter yang berkembang belakangan ini lebih banyak didominasi oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap rencana bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuannya. Selain itu, kebijakan China mendevaluasi mata uang Yuan serta menurunkan tingkat suku bunga acuan di tengah perlambatan ekonomi dunia turut berdampak ke ekonomi nasional.
"Tetapi memang tantangan ekonomi dunia masih tidak pasti," ujar Agus usai mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Kamis (27/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, BI akan meresponnya dengan mengeluarkan berbagai langkah yang terkoordinasi dengan kebijakan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang merupakan bagian dari Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Sinergi antarlembaga ini diharapkan Agus bisa menghasilkan kebijakan-kebijakan yang tepat waktu dan terukur.
"BI akan terus menerbitkan kebijakan moneter yang hati-hati dan konsisten untuk membawa inflasi menuju sasaran. Sasarannya adalah 4 plus/minus 1 persen dan juga mengarah pada transaksi berjalan yang defisitnya lebih rendah," tuturnya.
Mantan Menteri keuangan itu menambahkan, BI juga akan terus menerbitkan kebijakan makroprudensial guna meyakinkan publik bahwa makroekonomi terjaga dan kredit tumbuh dengan baik.
Dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan melibatkan pula menteri-menteri ekonomi, Agus Martowardojo mengatakan pengelolaan utang luar negeri pemerintah dan swasta juga menjadi sorotan. Pemerintah dan BI berharap dunia usaha turut mengelola utang valasnya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan ancaman kekeringan likuiditas risiko dan kejatuhan rupiah.
"Kebijakan BI senantiasa menjaga stabilitas di pasar valuta asing agar volatilitasnya dalam batas yang sehat dengan tetap memperhatikan kecukupan cadangan devisa," tuturnya.
(ags)