Bos IMF Acungi Jempol Konsep Bisnis Go-Jek

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 01 Sep 2015 15:20 WIB
Namun, Christine Lagarde mengkritik diskriminasi yang kerap terjadi di Indonesia, dimana pemuda dan perempuan kurang diberi kesempatan kerja yang sama.
Pengemudi Go-jek. (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Christine Lagarde, Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) terpukau dengan bisnis ojek online yang dipelopori oleh Go-Jek. Menurutnya, bisnis yang dirintis oleh Nadim Makarim ini merupakan contoh sukses inovasi pemuda Indonesia dalam memadukan kekuatan teknologi dengan peluang bisnis transportasi berbasis sepeda motor.

"Pikirkan Go-Jek, Uber Taksi versi Indonesia. Pendirinya adalah seorang pemuda yang berhasil mengubah tantangan transportasi di Jakarta menjadi peluang bisnis," tuturnya dalam kuliah umum di Universitas Indonesia, Selasa (1/9).

Menurut Lagarde, Nadim Makarim berhasil menggunakan teknologi untuk menghubungkan orang, barang, dan jasa. "Ini harus menjadi semangat kreatif yang membedakan generasi Anda," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk menghasilkan wirausaha-wirausaha sukses seperti Nadim, Bos IMF itu menekankan pentingnya inklusi keuangan berupa akses terhadap kredit guna mendukung pendanaan bisnis mereka.

"Saat ini hampir dua pertiga dari penduduk di Indonesia tidak memiliki akses ke layanan perbankan, dan hampir setengah tidak memiliki rekening tabungan," kritik Lagarde.

Diskriminasi Dunia Kerja

Dalam kuliahnya, Lagarde tak hanya bicara bonus demografi, tetapi juga mengkritik diskriminasi yang kerap terjadi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal itu tercermin dari tingkat partisipasi pemuda dan perempuan dalam pembangunan yang masih sangat rendah.

"Saya selalu percaya bahwa ekonomi yang sehat adalah ekonomi yang inklusif, di mana peluang ekonomi dan keuangan disediakan sama untuk semua segmen masyarakat. Namun, dengan beberapa tindakan, pemuda dan perempuan tetap dikecualikan di Indonesia," tuturnya.

Menurut Lagarde, satu dari lima pemuda di Indonesia tidak mengenyam pendidikan, tidak bekerja atau mendapatkan pelatihan. Sementara itu, partisipasi perempuan dalam angkatan kerja,  kurang dari dua pertiga dari rekan-rekan prianya.

"Pada saat yang sama, hampir 40 persen wanita muda (usia 15-24 tahun) tidak memiliki pendidikan atau pekerjaan," tuturnya.

Namun, Lagarde mengatakan sejumlah riset memperkirakan tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan akan meningkat pada 2030 dari 50 persen saat ini menjadi 64 persen. Artinya ada potensi penambahan 20 juta pekerja perempuan terampil dalam 15 tahun ke depan.

(ags/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER