Washington, CNN Indonesia -- Satu kesepakatan kompromi untuk memberi emerging market pengaruh lebih besar di Badan Moneter Internasional, IMF, kemungkinan akan segera disetujui.
Rencana untuk memberi emerging market hak memilih di IMF dan menggandakan sumber-sumber pendanaan badan itu yang disetujui pada 2010, tertunda karena Kongres As belum meloloskan RUU usulan perubahan ini.
Jika Kongres AS tidak meloloskan RUU reformasi IMF ini pada 15 September, dewan direksi badan itu mengatakan akan mencari “solusi sementara” pada akhir bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Opsi-opsi yang dipertimbangkan adalah menambah kuota emerging market tanpa mengubah posisi Amerika Serikat.
Rakesh Mohan, direktur eksekutif IMF untuk Bangladesh, Bhutan, India dan Sri Lanka, mengatakan kepada Reuters: “Semakin besar kemungkinan itu yang dilakukan.”
“Kita bisa melakukan perubahan ad hoc seperti pada 2008. Menambah saham negara-negara yang paling kurang terwakili seperti China, India dan lain-lain.”
Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa penolakan emerging market terhadap langkah setengah-setengah ini kemungkinan sudah berkurang.
“Ini satu isyarat untuk pemerintah dan Kongres AS bahwa dunia siap mengambil keputusan tanpa keikutsertaan mereka,” ujar Jacob Funk Kirkegaard dari Peterson Institute for International Economics.
Tetapi wakil Brazil di dewan eksekutif IMF, Otaviano Canuto, mengatakan negaranya belum benar-benar menghilangkan harapan agar ada reformasi penuh meski pembicaraan itu “mungkin” akan mengarah ke perubahan ad hoc sebagai langkah sementara.
“Kami belum menyerah,” ujarnya dalam wawancara di Washington, dengan merujuk pada tenggat waktu Kongres mengambil keputusan adalah akhir 2015.
“Mendorong alternatif lain…sama dengan menyerah terkait reformasi 2010 itu.”
Perubahan ad hoc ini kemungkinan akan mengurangi kuota saham Amerika Serikat dari 17,7 persen saat ini, meski akan tetap di atas batas 15 persen agar satu negara memiliki hak veto terhadap keputusan penting IMF.
Tetapi perubahan sementara ini tidak meliputi perubahan dalam tata kelola dan pendanaan yang menjadi tujuan awal. Setiap reformasi ad hoc juga membutuhkan persetujuan AS.
Setiap anggota IMF mendapat kuota saham berdasarkan posisinya dalam perekonomian dunia. Dan saham itu menentukan nilai maksimum komitmen finansial kepada IMF dan juga kekuatan dalam pengambilan suara.
Direktur eksekutif Brasil sebelumnya, bersama dengan Rusia, telah mengajukan proposal kedua yang dikenal dengan nama “de-linking”.
Berdasarkan proposal ini, dewan IMF akan memisahkan penambahan sumber dana dari perubahan dalam struktur dewan, dan AS diminta untuk menyerahkan kekuatan vetonya hingga negara itu meratifikasi reformasi tersebut.
Tetapi Canuto mengatakan tidak tahu apakah opsi itu masih masuk akal karena belum diperdebatkan di dewan IMF.
(yns)