Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat sedikitnya ada 50 perusahaan di seluruh Indonesia, yang wilayah konsensinya terdapat titik-titik api kebakaran hutan. Mengutip hasil audit Kementerian Kehutanan pada tahun lalu, Walhi menyebutkan 17 perusahaan di antaranya tidak siap menanggulangi kebakaran hutan.
Kepala Unit Kajian Walhi, Pius Ginting mengungkapkan, dari 17 perusahaan yang tak siap menanggulangi kebakaran hutan tersebut 13 di antarannya merupakan perusahaan besar yang juga terdaftar di bursa Singapura.
"Padahal Undang-Undang perkebunan menyatakan pengusaha wajib menandatangani siap menghadapi itu. Artinya memiliki sarana-prasarana memadai," kata Pius dalam diskusi bertema masalah asap di Jakarta, Ahad (20/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tekait hal ini, Pius menyoroti ketidaktegasan pemerintah dalam mengatasi kebakaran hutan yang kerap kali terulang. Hal itu tercermin dari tidak diberikannya sanksi tegas bagi perusahaan-perusahaan yang lalai menjaga wilayah konsensinya dari kebakaran.
Pernyataan Walhi tersebut disanggah oleh Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan, yang juga peneliti ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef). Menurutnya, pengusaha atau perusahaan tidak bisa sepenuhnya bertanggungjawab atas kebakaran hutan meski titip api berada di wilayah konsensinya.
"Kalau titik api berada di wilayah konsesi saya yakin itu bukan karena pengusaha. Bisa jadi karena merembet atau ketidaksengajaan," ujarnya.
Dia menilai tidak mungkin ada pengusaha yang sengaja membakar hutan karena akan merugikan bisnisnya sendiri. Fadhil mencontohkan perusahaan yang manajer dan direkturnya ditangkap polisi di Riau meski perusahaan tersebut sebenarnya sudah mengalami kerugian karena 300 hektare lahannya terbakar.
"Bagaimana mungkin (membakar) kalau pada akhirnya akan merugikan mereka sendiri?" kata Fadhil retoris.
Sekalipun terbukti membakar hutan, Fadhil menilai itu tindakan yang tidak logis karena pengusaha berstatus tersangka itu terancam sanksi denda dan pidana sampai 10 tahun penjara.
"Tidak masuk akal di pikiran saya," ujarnya.
(ags)