Greenpeace: 13 Perusahaan Tuna RI Belum Penuhi 3 Syarat Legal

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 21 Sep 2015 16:22 WIB
Studi Greenpeace menunjukan merek-merek terpercaya tuna kalengan ternyata tidak menjamin praktik perikanan yang dilakukan produsennya legal dan berkelanjutan.
Sejumlah nelayan melakukan bongkar muatan ikan tuna hasil tangkapan mereka di tempat pelelangan ikan, Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap, Jateng, Sabtu (1/11).
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi pecinta lingkungan, Greenpeace menilai 13 perusahaan pengalengan tuna di Indonesia belum memenuhi tiga kriteria kunci industri pengolahan ikan yaitu keterlacakan, keberlanjutan, dan kesetaraan.

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah Nasution menjelaskan "keterlacakan" yang menjadi kriteria pertama adalah perusahaan dan konsumen mampu menelusuri asal usul ikan tuna yang diolah.

"Kunci dari keterlacakan adalah mengetahui di mana dan bagaimana tuna ditangkap," ujarnya melalui keterangan tertulis Greenpeace, Senin (21/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kriteria berikutnya "keberlanjutan", lanjut Arifsyah,  perusahaan pengalengan tuna harus berkomitmen melalui kebijakan penggunaan sumber tuna yang bebas dari praktik perikanan ilegal, merusak, dan tidak bertanggung jawab.

Kriteria kunci terakhir adalah "kesetaraan". Arifsyah mengatakan kriteria ini mendesak perusahaan untuk mengetahui siapa yang menangkap tuna dan bagaimana mereka diperlakukan. Dia menegaskan perusahaan harus berkomitmen memastikan kesejahteraan pada pekerja di seluruh rantai pasokan, dan bekerja aktif menghentikan perbudakan di lautan.

Saat Greenpeace menelusuri praktik bisnis pengalengan tuna di Indonesia, jelas Arifsyah, ditemukan banyak produsen tuna kalengan merek-merek besar yang ternyata tidak memiliki kendali dalam rantai pasokannya sendiri.

"Hingga akhirnya mereka tidak dapat menelusuri dengan akurat distribusi tuna dari kapal penangkap ikan ke pengalengan, hingga ke konsumen. Maka tak heran jika perusahaan sulit memenuhi kriteria keterlacakan, keberlanjutan, dan kesetaraan,” ujar Arifsyah.

Menurutnya, konsumen terbiasa menggantungkan pilihan belanja berdasarkan pada merek dan reputasi perusahaan. Namun, studi Greenpeace menunjukan merek-merek terpercaya ternyata tidak menjamin praktik perikanan yang legal dan berkelanjutan.

"Apalagi hampir tidak ada perusahaan yang memberikan informasi mengenai jenis tuna yang dikalengkan serta bagaimana cara penangkapannya," tuturnya.

Arifsyah menambahkan temuan ini menjadikan konsumsi tuna sebagai proses yang tidak transparan dan sering dipenuhi dengan praktik penangkapan ikan dan ketenagakerjaan yang tidak bertanggung jawab serta terkadang ilegal.

Sayangnya, Greenpeace tidak membeberkan identitas 13 perusahaan pengalengan tuna yang belum memenuhi tiga kriteria kunci industri pengolahan ikan itu. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER