Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan pemerintah untuk meningkatkan dana transfer daerah disikapi kritis oleh para pengamat ekonomi. Alasannya, peningkatan dana yang tinggi belum tentu diiringi dengan penyerapan dana daerah yang maksimal.
Seperti diutarakan oleh Senior Economist Mandiri Sekuritas, Andry Asmoro, penyerapan dana daerah yang tidak maksimal ini terlihat dari penempatan likuiditas pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang selalu lebih kecil pada bulan Desember.
"Hal tersebut dapat diartikan bahwa dana transfer pemerintah selalu di-disburse pada akhir tahun. Atau dengan kata lain, uang daerah itu selalu ditumpuk di pertengahan tahun. Ini yang menjadi concern kami, bagaimana pemerintah bisa membuat dana ini efektif sebagaimana mestinya," ungkap Andry di Jakarta, Senin (21/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seharusnya, lanjut Andry, penyerapannya anggaran transfer ke daerah yang efektif bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya, proporsi transfer daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) rata-rata sebesar 30 persen per tahunnya.
"Jika penyerapan dana transfer daerah ini berhasil, maka bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi lewat transmisi government expenditure. Seperti yang kita tahu, pengeluaran pemerintah adalah komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi selain konsumsi swasta, investasi, dan juga ekspor neto," jelasnya.
Karenanya, Andry berharap pemerintah daerah memiliki rencana mendetil terkait penggunaan dana tersebut. "Jangan sampai pemerintah daerah kaget begitu diberi uang sekian triliun lalu tak tahu mau diapakan uang itu," katanya.
Dalam RAPBN 2016 alokasi anggaran transfer daerah direncanakan sebesar Rp 735,2 triliun, naik 14,2 persen dari alokasi tahun ini yang sebesar Rp 643,8 triliun di APBNP 2015. Artinya proporsi dana transfer daerah pada tahun depan akan meningkat, dari 32,45 persen pada tahun ini menjadi 34,66 persen.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan pemerintah akan memberikan hukuman kepada daerah-daerah yang tidak bisa menyerap dana tersebut dengan baik. Salah satu sanksinya adalah mengkonversi Dana Alokasi Umum (DAU) yang menganggur menjadi Surat Utang Negara (SUN).
Sementara bagi daerah yang berhasil menyerap anggaran dengan baik, Menkeu menjanjikan insentif khusus berupa Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp 5 triliun.
(ags)