Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Sofyan Djalil memastikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta Jepang tidak akan berpartisipasi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, pemerintah telah menyerahkan pengerjaan proyek tersebut kepada Kementerian BUMN tanpa menyertakan dana negara dalam penggarapannya.
“Swasta Jepang tidak dapat terlibat dalam skema kerjasama bisnis (
business to business) proyek kereta cepat, karena tidak sesuai dengan model bisnis dan regulasi pemerintah Jepang,” kata Sofyan seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Kamis (1/10).
Sofyan sebelumnya mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menemui pejabat pemerintah Jepang dan menyampaikan perubahan rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Ia ditemui oleh Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga di Tokyo, Senin (28/9) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Menteri BUMN menerangkan, bisnis model dan Undang-Undang (UU) di Jepang tidak memungkinkan bantuan atau kredit konsensi itu diberikan ke perusahaan Jepang.
Awalnya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan dikerjakan menggunakan skema bantuan antarpemerintah, dengan syarat adanya jaminan dari anggaran Pemerintah Indonesia. Kemudian setelah Jepang menuntaskan studi kelayakan tahap pertama proyek tersebut, Pemerintah China ternyata juga menyampaikan minatnya mengerjakan proyek kereta api cepat tersebut.
Menurut hasil studi yang dilakukan Jepang, biaya pembangunan proyek kereta cepat bakal membutuhkan investasi sebesar US$ 6,2 miliar. Sementara hasil studi yang dilakukan China membutuhkan investasi yang lebih murah yaitu US$ 5,5 miliar.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan menolak proposal yang diajukan kedua negara itu dengan menyebut proyek itu akan lebih efektif dikerjakan dengan skema
business to business (B to B), tidak membebani APBN, dan tidak mendapatkan jaminan pemerintah.
“Kami tidak ingin memberi beban pada APBN, tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan secara B
to B,” kata Jokowi.
Sulit DijalankanSofyan menambahkan, dirinya mengaku telah mendapat pandangan dari berbagai ahli dan juga perwakilan lembaga keuangan bahwa mega proyek berbiaya tinggi ini sulit dijalankan dengan skema bisnis antar BUMN, dan tetap memerlukan jaminan pemerintah.
“Tetapi APBN itu akan lebih dioptimalkan untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa, dan sejumlah kawasan terluar,” ujarnya.
(gen)